Selasa, 13 April 2010

PERJALAN SPRITUAL PENYAIR DALAM PUISI

Sebuah Ulasan Puisi

RISALAH BURUNG adalah puisi buah pena Yazid Musyafa yang melukiskan tentang Ketulusan seorang hamba kepada TuhanNya.
Puisi RISALAH BURUNG terdiri dari dari lima bait dan marilah kita renungkan isinya, lalu perkenankan saya mengulasnya.

Risalah Burung

Terkembang sayap-sayap melukis cakrawala
Melayang anggun: angkuh di ujung buana
Kurasakan kemerdekaan memeluk jasadku
Sebagai sang burung

Maka kujelang kebebasanku
Melesat, kutuju kemilau cahaya mentari
Sang bayu gemulai menjamah halus bulu-buluku
Membilurkan sejuta sensasi: rasa pada hati
Bias-bias mentari menjelma warna- warni pelangi
Butakan mata pada keindahan ini
Hingga rerintik api-api mentari memberangus kulit
Menjatuhkanku pada sayap-sayap patah
Lalu terkapar, di antara reranting kering

..............................

Maka biarlah Kau kuncupkan kepak sayap-sayapku
Atau Kau sangkarkan aku, lalu Kau tenggerkan
Di ketinggian tiang tiada ujung atau di dahan hati-Mu
Tinggal diam diutuhkan cinta-Mu

Pada yang lebih kekal dari kebebasan fana
Aku rela, sebagai burung....

Pada bait pertama yang hanya terdiri dari empat baris, penyair melukiskan dirinya sebagai burung yang terbang bebas. Kadang melayang anggun kadang penuh keangkuhan.

Pada bait kedua, penyair menggambarkan dirinya sebagai pribadi yang kadang serba kekurangan, penuh ketidak sempurnaan di antara keindahan yang ada. Di antara panorama yang disaksikannya.

Pada bait ketiga, penyair dengan penuh kearifan mengajak kita hening. Tak ada kata. Tak ada suara. Meski ada harapan hanya diselipkan dalam titik-titik yang penuh dengan renungan. Amat mempesona teka-teki ini, dimana setiap pembacanya diajak untuk mengisi kekosongan yang ada, dengan panorama hatinya.

Pada bait keempat, penyair mulai tegas menyatakan keadaan dirinya, Dihadapan Rabbnya. Dihadapan yang dianggap agung dan berkuasa oleh penyair. Penyair dengan arif memasrahkan total keadaannya.

Pada bait kelima, totalitas spritual pun mulai dilukiskan dengan begitu pesona, dengan begitu menggoda. Dzat yang dituju penyair pada puisi ini adalah Dzat yang kekal. Dzat yang tidak pernah mengenal kata fana dan tidak bisa dikaitkan dengan kefanaan. Sebagai hamba yang arif dan bijaksana yang penuh ketawadlu'an dan ketaatan akhirnya penyairpun berkata,"Aku rela/sebagai burung...

Dengan demikian puisi risalah burung adalah perjalanan spritual penyair dalam menjalani hidup hingga dengan tulusnya mengandaikan dirinya sebagai burung yang rela berada dalam sangkar (pelukan kasih Tuhan).
Demikian ulasan yang bisa saya buat, semoga bermanfaat bagi diri saya yang dhaif ini secara khusus dan bagi para pembaca secara umum.

Al-Amien, 31 Maret 2010
Komentar
@Lina Kelana@ esai menarik n puisi yg hebat,

salam sukses shbt shbtk... :)

@Naimisa Yusof@ Bagus sekali lontaran idea nya. Syabas!


Imron Tohari Telisik makna yang begitu bagus dalam menjabarkan bahasa-bahasa simbol yang ada pada puisi bernuansa transemdental ini.

karya yang bagus dan telisik yang cukup memadai untuk kita membaca dari apa yang disiratkan puisi sahabatku Yazid Musyafa.

salam untuk kalian berdua.... Lihat Selengkapnya

@Reni Teratai Air@ penjabaran yang sangat eksotik. eksotik krn mampu meriakkan gema puisi itu sendiri..... hingga terasa geliat keindahan dan sentuhannya....

Makasih mau berbagi

@A Pan Di@ menarik

hati yang hamba
tak menghina
malah menyinar cahaya

@Jurnal Sastratuhan Hudan@ sang penyair membuat personifikasi, sang pengamat (yang penyair juga) mencatatnya dengan bening. burung memang ini begitu imajinatif, dan asosiatif. inilah bahasa yang dipanggil oleh wacana keimanan dalam diri sang penyair. burung iman, burung yang meminta merenungkan dan untuk itu ia bersedia jadi simbol agar manusia mau merenungkannya. ih indahnya.
31 Maret jam 8:57 ·

@Yazid Musyafa@ terima kasih sekali, mas ghufron. :)
saya tak bisa berkata apa2. :)
salam hormatku utukmu...

@Moh. Ghufron Cholid@ ini hanya tulisan dari anak madura yang diperkenalkan dunia tulis menulis semenjak mondok di pesantren al-amien prenduan sumenep madura

Tidak ada komentar:

Posting Komentar