Rabu, 28 April 2010

MENGENAL SPRITUALITAS AHMADUN YOSI HERFANDA

Sebuah ulasan puisi terhadap karya Ahmadun Yosi Herfanda Sembahyang Rumputan
Oleh Moh. Ghufron Cholid

Puisi adalah risalah hati yang ingin disampaikan seseorang kepada siapa saja yang hendak dituju lewat kata-kata. Cara ini, biasa sering dipakai untuk mengapresiasikan perasaan bahagia, duka dan semacamnya.
Hal semacam ini bisa dilakukan oleh siapa saja. Karena puisi bukan hanya milik para sastrawan saja. Pusi milik semua yang ingin mengaktulisasikan dan membahasan seluruh apa yang disaksikan, seluruh apa yang didengar dan seluruh apa-apa yang disaksikan.
Demikianlah kiranya yang dilakukan oleh seorang penyair kondang kita Mas Ahmadun Yosi Herfanda lewat puisinya berjudul SEMBAHYANG RUMPUTAN. Berikut kutipan lengkapnya.
SEMBAHYANG RUMPUTAN
walau kaubungkam suara azan
walau kaugusur rumah-rumah tuhan
aku rumputan
takkan berhenti sembahyang
:inna shalaati wa nusuki
wa mahyaaya wa mamaati
lillahi rabbil ‘alamin
topan menyapu luas padang
tubuhku bergoyang-goyang
tapi tetap teguh dalam sembahyang
akarku yang mengurat di bumi
tak berhenti mengucap shalawat nabi
sembahyangku sembahyang rumputan
sembahyang penyerahan jiwa dan badan
yang rindu berbaring di pangkuan tuhan
sembahyangku sembahyang rumputan
sembahyang penyerahan habis-habisan
walau kautebang aku
akan tumbuh sebagai rumput baru
walau kaubakar daun-daunku
akan bersemi melebihi dulu
aku rumputan
kekasih tuhan
di kota-kota disingkirkan
alam memeliharaku subur di hutan
aku rumputan
tak pernah lupa sembahyang
:sesungguhnya shalatku dan ibadahku
hidupku dan matiku hanyalah
bagi allah tuhan sekalian alam
pada kambing dan kerbau
daun-daun hijau kupersembahkan
pada tanah akar kupertahankan
agar tak kehilangan asal keberadaan
di bumi terendah aku berada
tapi zikirku menggema
menggetarkan jagat raya
: la ilaaha illalah
muhammadar rasululah
aku rumputan
kekasih tuhan
seluruh gerakku
adalah sembahyang
1992
Secara garis besar puisi ini melukiskan ketegasan penyair terhadap apa yang diyakininya.
Pada bait pertama dengan begitu tegasnya, penyair menyatakan sikapnya terhadap adzan dan sembahyang. Keduanya takkan pernah hilang hingga kapanpun. Keduanya akan selalu ada, akan sia-sia semua oknum yang akan menghapus adzan dan sembahyang dalam kehidupan manusia walau kaubungkam suara azan/walau kaugusur rumah-rumah tuhan/aku rumputan/takkan berhenti sembahyang/:inna shalaati wa nusuki/wa mahyaaya wa mamaati/lillahi rabbil ‘alamin. Dengan begitu tegas penyair menyatakan dirinya akan selalu sembahyang meski dia hanya rumputan. Hanya rakyat yang mudah diinjak. Meski dia hanya jiwa yang mudah untuk dijajah. Kita bisa memahami mengapa penyair bisa menyatakan sikapnya dengan begitu tegas, karena penyair menyadari bahwa semua yang dilakukan penyair hanya semata-mata lahir atau diperoleh dari Tuhan yang Maha pemberi maka tidaklah mengherankan bahwa segala usaha yang penyair lakukan semata-mata mengharap ridlaNya. Hal ini sangat lumrah sebagai rasa syukur atas segala anugrah.
Pada bait kedua, lagilagi penyair dihadapkan dengan rintangan. Penyair dihadapkan dengan pergolakan batin yang sangat memaksa dirinya untuk bimbang namun dalam meski bimbang penyair tetap sadar akan jatidirinya. Penyair tetap mengerjakan apa yang telah diyakininya yaitu penyair tetap melakukan sembahyang. Sungguh panorama yang indah, dimana seorang hamba dalam keadaan terdesak masih bisa mengerjakan apa yang diyakini dan tidak terpengaruh oleh ancaman bahkan tindakan yang mempengaruhi hidupnya. Yang mempengaruhi ketenangannya.
Pada bait ketiga, penyair dengan totalitas pengakuannya menyatakan diri bahwa kepasrahan yang dilakukan tidak hanya sekedar kepasrahan tetapi kepasrahan yang benar-benar total. Keyakinan penyair tidak setengah-setengah sekali penyair ingin beribadah maka jiwa raganya akan bersama-sama beribadah. Hal semacam ini yang kita rindukan.
Pada bait keempat, lebih berani penyair menyatakan sikapnya. Penyair tidak akan pernah takut terhadap ancaman maupun tindakan siapapun yang akan menghalanginya dalam beribadah. Penyair berkeyakinan, akan senantiasa tumbuh rumput baru yang lebih semangat dalam bersembahyang dalam dirinya. Sebuah pengakuan yang sangat berani dan sangat berisiko ini sangat disadari oleh penyair. Beginilah lukisan seorang hamba yang memiliki keyakinan yang total pada Tuhan yang diyakininya. Dia tidak akan pernah takut dengan semua bahaya yang akan dihadapinya.
Pada bait kelima, sekedar meyakinkan siapapun yang masih belum percaya kepada keyakinan yang dimiliki, penyair menyampaikan risalah hatinya sebagai wujud solidaritas kemanusiaan yang tinggi. Hal ini terlukis secara gambalnga, aku rumputan//kekasih tuhan/di kota-kota disingkirkan/alam memeliharaku subur di hutan. Penyair sangat menyadari menjadi rumput kekasih Tuhan tidaklah mudah, bisa dikatan membutuhkan pengorbanan. Harus berani disingkirkan dari keramaian. Namun, meski begitu akan selalu tumbuh dalam keterasingan. Tumbuh dengan indah di hutan (tempat asing), tempat yang kurang diminati untuk dihuni oleh manusia pada umumnya.
Pada bait keenam, penyair kembali mempertegas jatidirinya. Penyair kembali mengingatkan semua yang mengenalnya baik yang mengaguminya maupun yang berniat menyingkirkan keberadaannya kalau penyair hanya rumputan yang takkan berhenti sembahyang. Hal semacam ini yang kiranya kurang mendapatkan respon positif dari berbagai kalangan termasuk kita sebagai manusia.
Pada bait ketujuh, penyair senantiasa mengfungsikan diri sebagai jiwa yang penuh manfaat, baik bagi yang sering menganiaya maupun kalangan yang sering tertindas.
Pada bait kedelapan menurut saya adalah bait yang paling romantis karena bait ini yang menjadi ruh dari puisi ini. Ruh puisi yang melukiskan hakekat seorang hamba dihadapan Tuhan. Marilah kita simak sejenak atau kita renungkan bait pamungkas dari puisi ini, aku rumputan/kekasih tuhan/seluruh gerakku/adalah sembahyang.
Bait inilah yang sangat menyita seluruh imaji saya dalam membedah ruh yang ada dalam puisi ini. Bait ini pulalah yang harus menjadi renungan kita bersama. Sudahkah kita melakukan isi yang ada dalam puisi ini.
Demikian ulasannya atas puisi yang berjudul SEMBAHYANG RUMPUTAN yang menurut saya adalah karya yang paling mutiara dibandingkan karya-karya lain yang pernah ditulis Mas Ahmadun Yosi Herfanda semoga syair ini tidak hanya menjadi slogan semata bagi kita semua. Akhirnya hanya kepada Tuhan saya haturkan terimakasih karena telah memberikan kesempatan bagi saya untuk mengulas karya yang saya kagumi ini. Kepada seluruh pembaca selamat menikmati dan selamat menafsirkan dalam gerak nyata. Salam persahabatan dan salam karya.

Al-Amien, 27 April 2010
Biodata Penulis
Seorang Pembina Sanggar Sastra Al-Amien (SSA).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar