Kamis, 29 Juli 2010

POST CARD KAKI LIMA

1

Kabut masa depan membayang di hadapan
Badai dolar hitam merubuhkan ribuan pabrik
Pohonan tumbang bukit-bukit longsor
Kapal tenggelam dihantam gelombang lautan

"Masa depan. Masa depan, adakah bunga
Yang kelak rekah seharum, o, sewangi rupiah?"
Demikian aku dengar nyanyian si miskin
Di gelap malam di ujung gang paling kelam

Sedang jeruri besi membuka dan menutup
Bagi si koruptor kelas teri
Yang luput menangkap kelas kakap

"Masa depan. Masa depan, adakah bunga
Yang kelak rekah seharum, o, sewangi rupiah?"
Demikian aku dengar nyanyian si miskin

7

Kini aku sampai di sebuah langgar
Yang jauh dari hiruk-pikuk kota besar
Aku dengar seseorang mengaji
Dengan suara lembut orang suci

“Yang Maha Kudus selamatkan negeri kami
Dari marabahaya kaum teroris yang haus
Darah. Selamatkan iman kami dari godaan
Duniawi. Yang Maha Kudus sucikan kami!”

Detik jam kembali berdenyut di urat darah
Dan aku dengar suara itu, nyanyian itu
“Masa depan. Masa depan, adakah bunga

Yang kelak rekah seharum, o, sewangi rupiah?”
Remang cahaya bulan di telam kabut malam
Segala doa dipanjatkan menyeru Tuhan

2008
Diambil dari "Mengukir Sisa Hujan," (Ultimus, 2010)

Biodata Penyair
SONI FARID MAULANA lahir 19 Februari 1962 di Tasikmalaya, Jawa Barat, dari pasangan Yuyu Yuhana bin H. Sulaeman dan Teti Solihati binti Didi Sukardi. Masa kecil dan remaja, termasuk pendidikannya, mulai tingkat SD, SMP, dan SMA ditempuh di kota kelahirannya. Tahun 1985, Soni menyelesaikan kuliah di Jurusan Teater, Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) sekarang Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung. Saat ini bekerja sebagai jurnalis di HU Pikiran Rakyat Bandung, dan pernah mengelola lembaran seni dan budaya Khazanah bersama teaterawan Suyatna Anirun. Aktif menulis puisi sejak tahun 1976. Sejumlah puisi yang ditulisnya dipublikasikan di berbagai media massa cetak terbitan daerah dan ibukota seperti HU Pelita, HU Berita Buana, HU Sinar Harapan, HU Prioritas, HU Suara Karya Minggu, HU. Bandung Pos, HU Suara Pembaruan, HU Pikiran Rakyat, HU Kompas, HU Tempo, dan HU Republika. Juga dimuat di Majalah Sasra Horison, Jurnal Puisi, Jurnal Ulumul Qur’an, Jurnal Puisi Renung, dan Jurnal OrientiĆ«rungen (Jerman.Sejumlah puisi yang ditulisnya sudah dibukukan dalam sejumlah antologi puisi tunggal, antara lain dalam antologi puisi Variasi Parijs van Java (PT. Kiblat Buku Utama, 2004), Secangkir Teh (PT. Grasindo, 2005), Sehampar Kabut (Ultimus, 2006), Angsana (Ultimus, 2007), Opera Malam (PT. Kiblat Buku Utama, 2008), Pemetik Bintang (PT Kiblat Buku Utama, 2008) dan Peneguk Sunyi (PT Kiblat Buku Utama, 2009), Mengukir Sisa Hujan (Ultimus, 2010) dam Antologi Puisi Bersama seperti dalam Antologi Puisi Indonesia Modern Tonggak IV (PT Gramedia, 1987), Winternachten ( Stichting de Winternachten, Den Haag, 1999), Angkatan 2000 (PT. Gramedia, 2001), Dari Fansuri Ke Handayani (Horison, 2001), Gelak Esai & Ombak Sajak Anno 2001(Penerbit Buku Kompas, 2001) Hijau Kelon & Puisi 2002 (Penerbit Buku Kompas, 2002) Horison Sastra Indonesia (Horison, 2002), Puisi Tak Pernah Pergi Penerbit Buku Kompas, 2003) Nafas Gunung (Dewan Kesenian Jakarta, 2004) dan Living Together (Kalam, 2005), Antologia de PoĆ©ticas (PT Gramedia, 2009) dan sejumlah antologi puisi lainnya.Berbagai kegiatan sastra digelutinya baik di dalam negeri maupun diluar negeri.Dalam berkarya sastra, selain menulis puisi, Soni menulis pula esai, dan cerita pendek. Esainya tentang puisi dibukukan dalam Menulis Puisi Satu Sisi (Pustaka Latifah, 2004), Selintas Pintas Puisi Indonesia (Jilid 1, PT. Grafindo, 2004, dan Jilid 2, 2007). Sedangkan sejumlah cerita pendek yang ditulisnya antara lain dibukukan dalam Orang Malam (Q-Press, 2005). Di samping itu, namanya dicatat Ajip Rosidi dalam entri Enslikopedi Budaya Sunda (PT. Pustaka Jaya, 2000) dan Apa Siapa Orang Sunda (Kiblat Buku Utama, 2003)

Rabu, 28 Juli 2010

KADO

Di pagi hari yang mengigil, berkabut selimut kedinginan
Menginjak kakiku di tanah penuh luka
Buta mataku akibat dokter salah praktek
Protespun kalah akses dan upeti
Hingga telingaku seperti radar deteksi
suara menajam

Tajamnya suara pagi hanya tangisan
Ibu tercekik hutang rentenir
Dan Ayah bagi mereka adalah sapi perahan
Diperas keringatnya membangun bangunan asing

Teringat kata ayah “aku terasing disani nak ! “
Melihat mereka mengipas kertas dolar hasil panen dari bumi pertiwi
Sedang bapak kipasan sisa koran kumal

Kami berkumpul
Aku, ayah, ibu, paman, dan adikku
Yang kebetulan lahir bulan agustus
Ingin belikan kado, Hanya saja
Ibu lahir sesuai hari kemerdekaan, tetapi layu
Akibat kantong dompet berlumut
Menunggu uluran bantuan kaum berdasi

Tibatiba paman berijasah sarjana
Dari perguruan kelewat tinggi
Hingga salah sistem
Dengan muka cemberut berkata “lihatlah orang pandai tapi ternyata bodoh”
Ayah bertanya heran karena tidak berpendidikan
: “Dimana bodohnya ? ”
Paman menjawab keras hati menjerit
: “Kita ternyata dianggap angka tanpa ekspresi,
Hingga menambah kerumitan”
Ayah menjawab dengan pasrah
: ”Sudahlah kita hanya orang kerdil yang dikerdilkan !”

Ternyata ayah pindah profesi jadi petani
Keluar dari pintu tanpa cahaya
Hanya pacul dan caping yang digunakannya,
Beralasan

Dari pada membangun bangunan asing untuk orang asing
Lebih baik memacul tanah sendiri, dan
Menunggu musim panen

Sedang aku bermimpi
Kapan aku bisa belikan ibu mesin jahit
Berharap tangan halusnya
Menjahitkan seragam merah putih
:untuk adikku
Dan menjahit bendera merah putih
Agar kampung kami dipenuhi warna merah putih

Kini ibu terkapar
Digerogoti kanker yang menjalar
Di meja kayu yang terus melapuk

Jangan kuatir, Ibu
Aku akan keluar dari pintu
Tanpa cahaya untuk merasakan kehangatan cahaya
Berjuang
Walau buta!

Biodata Penyair
Sufi Akbar adalah seorang penulis novel SAIFULOSOFI, kuliah di FMIPA jur Farmasi UII Yogyakarta, latar belakang hidupnya inilah yang menginspirasi melahirkan puisi berjudul KADO. Ada pun karir yang dijalaninya yakni, seorang Sekjend Komisariat PMII UII Yogyakarta,Ketua Komisariat PMII UII Yogyakarta, Bendahara PMII DIY. Karya lainnya bisa dibaca di sang-sunyi.blogspot.com. Kalau ingin lebih mengenal penyair bisa menghubunginya via email:gussufi@yahoo.com atau cp:083869944862.

PANTAI KUTA

Mungkin kau akan tenggelam dan hanyut
Ombak yang deras ini akan memagut

Menghitung hari-hari
Dengan jemari legam
Sebelum selancar melarung
Ke laut paling ulung
Kecuplah pasir-pasir pantai
Tubuh-tubuh yang telentang
Mabuk yang tak kepalang
Masuk ke dalam ingatan


Entah pada hitungan ke berapa
Kau akan kembali ke tepi pantai

Atau tenggelam di dalam gulungan pasir
Yang tiba-tiba meledak
Lantakkan seluruh kota-surga
Yang diimpikan dunia

Dan ledakan itu
Akan sampai ke tubuhmu
Dan aku tak bisa pulang

Kuta 1998/2002. lampung 2002
Biodata Penyair
Isbedy Stiawan ZS. Saya lahir di Tanjungkarang, Lampung pada 5 Juni 1958 dan hingga kini masih menetap di kota yang sama. Saya merupakan anak keempat dari delapan bersaudara pasangan Zakirin Senet (alm) bersuku Bengkulu dan Ratminah (Winduhaji, Sindanglaut, Cirebon). Saya memiliki lima anak dan dua cucu, buah perkawinan dengan istri tercinta, Adibah Jalili. Anak-anak saya: Mardiah Novriza (26), Arza Setiawan (24), Rio Fauzul (21), Khairunnisa (15), dan Abdurrobbi Fadillah (9) Menjadi pengarang adalah pilihan hidup saya. Selain menulis karya sastra (cerpen, puisi, esai sastra), kini saya aktif di Dewan Kesenian Lampung dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Lampung. Pernah diundang ke berbagai pertemuan sastra dan budaya di Tanah Air dan luar negeri seperti Malaysia, Thailand. Sempat membacakan puisi-puisinya di Utan Kayu Internationan Binnale (2005), Ubud Writers and Readers Festival (2007), dan lain-lain. Karya-karya sasya dipublikasikan di Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Suara Pembaruan, Jawa Pos, Suara Merdeka, Sinar Harapan, Suara Karya, Pikiran Rakyat, Republika, Horison, Kedaulatan Rakyat, Lampung Post, Radar Lampung, Riau Pos, dll.

Selasa, 27 Juli 2010

KUNPULAN PUISI HEART WEATHER DALAM TIGA BAHASA


Alhamdulillah adalah kata yang bisa melukiskan perasaan saya saat ini, sebab saat ini kumpulan puisi heart weather yang saya tulis diterbitkan dalam bentuk ebook oleh evolitera.com.
Seluruh sahabat pun bisa mendownload dengan mudah ebook ini, dengan cara mendaftarkan diri menjadi member. Lantas memilih buku yang ingin didownload. Tak hanya itu, seluruh sahabat pun bisa menerbitkan seluruh karyanya di evolitera, setelah terdaftar menjadi member.
Sekilas tentang ebook kumpulan puisi heart weather, ebook ini ditulis dalam tiga bahasa yakni Inggris, Indonesia dan bahasa Madura.
Di dalamnya berisi tentang harapan, kegelisahan yang saya alami. Tak hanya itu, ebook ini memuat puisi-puisi teruntuk para sastrawan yang ikut memeriahkan acara SBSB di Pondok Pesantren Al-Amien tepatnya di Gedung Serba Guna TMI Putri Al-Amien Prenduan Madura 16 Juni 2010. Ebook ini juga dilengkapi dengan puisi cinta dan puisi persahabatan.
Akhirnya hanya kepada Allah saya pasrahkan segala sejarah dan kepada seluruh sahabat, saya ucapkan selamat membaca dan mengapresiasi. Semoga bermanfaat dan bisa menambah khazanah sastra nusantara pada khususnya serta khazanah sastra internasional pada umumnya.
Ini link downlod kumpulan puisi heart weather yang saya tulis http://www.evolitera.co.id/themes/main/product.php?product_id=308&language=en. Salam persahabatan dan salam karya.

Kamis, 22 Juli 2010

CIPASUNG

Di lengkung alis matamu sawah-sawah menguning
Seperti rambutku padi-padi semakin merundukkan diri
Dengan ketam kupanen terus kesabaran hatimu
Cangkulku iman dan sajadahku lumpur yang kental
Langit yang menguji ibadahku meneteskan cahaya redup
Dan surauku terbakar kesunyian yang dinyalakan rindu

Aku semakin mendekat pada kepunahan yang disimpan bumi
Pada lahan-lahan kepedihan masih kutanam bijian hari
Segala tumbuhan dan pohonan membuahkan pahala segar
Bagi pagar-pagar bambu yang dibangun keimananku
Mendekatlah padaku dan dengarkan kasidah ikan-ikan
Kini hatiku kolam yang menyimpan kemurnianmu

Hari esok adalah perjalananku sebagai petani
Membuka ladang-ladang amal dalam belantara yang pekat
Pahamilah jalan ketiadaan yang semakin ada ini
Dunia telah lama kutimbang dan berulang kuhancurkan
Tanpa ketam masih ingin kupanen kesabaranmu yang lain
Atas sajadah lumpur aku tersungkur dan terkubur

Biodata Penyair
:Acep Zamzam Noor dilahirkan di Tasikmalaya, 28 Februari 1960. Masa kecil dan remajanya dihabiskan di lingkungan Pondok Pesantren Cipasung, Tasikmalaya. 1980 menyelesaikan SLTA di Pondok Pesantren As-Syafi’iyah, Jakarta. Lalu melanjutkan pendidikannya ke Jurusan Seni Lukis Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB (1980-1987). Mendapat fellowship dari Pemerintah Italia untuk tinggal dan berkarya di Perugia, Italia (1991-1993). Mengikuti workshof seni rupa di Manila, Filipina (1986), mengikuti workshop seni grafis di Utrecht, Belanda (1996). Mengikuti pameran dan seminar seni rupa di Guangxi Normal University, Guilin, dan Guangxi Art Institute, Nanning, Cina (2009).Puisi-puisinya tersebar di berbagai media massa terbitan daerah dan ibukota. Juga di Majalah Sastra Horison, Jurnal Kebudayaan Kalam, Jurnal Ulumul Qur’an, Jurnal Puisi serta Jurnal Puisi Melayu Perisa dan Dewan Sastra (Malaysia). Sebagian puisinya sudah dikumpulkan antara lain dalam Di Luar Kata (Pustaka Firdaus, 1996), Di Atas Umbria (Indonesia Tera, 1999), Dongeng Dari Negeri Sembako (Aksara Indonesia, 2001), Jalan Menuju Rumahmu (Grasindo, 2004), Menjadi Penyair Lagi (Pustaka Azan, 2007) serta sebuah kumpulan puisi Sunda Dayeuh Matapoe (Geger Sunten, 1993) yang menjadi nominator Hadiah Rancage 1994. karya-karya puisinya diterjemahkan kedalam berbagai bahasa seperti bahasa Inggris, Belanda, Jerman, Portugal dan bahasa Jepang serta bahasa Arab. Berbagai penghargaan di bidang sastra diraihnya dan berbagai kegiatan sastra baik di dalam maupun di luar negeri diikutinya. Kini Acep tinggal di kampungnya, Cipasung, lima belas kilometer sebelah barat kota Tasikmalaya. Bergiat di Sanggar Sastra Tasik (SST) dan Komunitas Azan seraya menulis.

JEJAK DIRI

(Muntok Bangka; Giri Sasana Menumbing)

Napak tilas nenek moyang
Tubuh tubuh pendiriku lampau melayang
Kala timah timah menyusupi tongkang
Penjajah harus mereka tentang

Jejak muntok sebelah barat bangka
Kesaksian bangunan tua
Giri sasana menumbing merenta
Tempat pengasingan sang proklamator terlupa

Setelah melepas sejarah
kala Jejak mencari arah,

Kerusakan alam dan iklim menjadi wacana
Manusia enggan membaca bencana
Pencurian, pencemaran dan vandalisme hanya menjadi bahana
Mereka bangga, kala coretan liar memenuhi wahana

Indonesia tak menangis
Serumpun leluhur tak lagi menitis
Kemandirianlah yang harus merintis
Susuri tapak tentang jejak diri yang terbingkis

2010 "Irfan Firnanda"
Biodata Penyair
Irfan Firnanda, lahir di Jakarta, June 10, 1982. Memiliki hobi membaca, menulis, mendengarkan musik dan menonton film. Kini berdomisili di JL. Elang 10 Blok E16/05 Rt/Rw. 006/013. Kel. Cimuning, Kec. Mustika Jaya, Bekasi Timur Regency - Kota Bekasi. Kalau lebih ingin mengenal pnyair bisa menghubunginya di 0812 789 999 44 / 0811 811 8960 / 021 – 972 923 07/021 – 8261 2043 atau via email : irfan_firnanda@yahoo.com

INDONESIA DALAM PUISI

Akulah negeri kaya
Yang tiada terhingga kekayaannya
Tanda-tanda kehidupan lautku melimpah
Subur makmur gemah ripah loh jinawi
Malam hari para sufi memohon kepadamu Tuhan
Agar indonesia negeriku tetap dalam naungan panca sila

Al-Amien, 2010

Biodata Penyair
Muhammad Zainon, lahir di Sumenep 26 April 1971. Pernah mengikuti Workshop baca puisi bersama WS Rendra di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta. Juara baca puisi tak terbantahkan sampai saat ini se Madura (penyelenggara teater Akura UNIRA) Pamekasan. Dramawan terbai dalam lakon Syayyid Qutub se Pondok Pesantren Modern Gontor, Ponerogon (Delegasi Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan, 1992). Prestasi fenomenal juara pertama baca puisi se Jawa Timur 2 kali, Juara 1 Porseni SMA se Jawa Timur di Tulungagung, 1990 dan juara 1 baca puisi secabang IAIN Sunan Ampel Jawa Timur, 1995.

PERJANJIAN PARA PEJUANG

tanah ini masih saja mendung
sepertinya tak berujung
malah deras hujan makin tampak mengancam
langit kelam, hitam

tanah ini bekas perjanjian para pejuang
darah hanyalah keringat yang terbuang
merdeka atau mati!
maka kami mati

tanah ini pernah muda, pada tahun kampret

bungabunga jatuh
di tanah basah
menyisakan batangbatang penuh lumut
semrawut

kemarin, tanah ini tanah perjanjian
tertulis berjuta harapan bergambar boneka

hari ini, tanah ini tanah serapahan
tertulis maki pada nafas cacingcacing yang bergelinjang
--------------------------------------------------------------

2010

Biodata Penyair
Jurang Sepi adalah nama pena Retno Handoko, lahir di Langkat, Sumatera Utara seorang Mahasiswa Universitas Islam Sumatera Utara jurusan sastra Inggris. Kini berdomisili di Bekasi. Kalau ingin mengenal penyair bisa menghubunginya di 081282825491

NURANI, GARUDA ITU

UDARA merdeka, udara mereka dihirup oleh berjuta mulut menganga. Nurani semakin tua. Ia terbatuk-batuk oleh segala bentuk pembangunan yang menyalahi aturan. Daerah Aliran Sungai tumbuh plaza, hypermarket, dan kondominium sementara di bawahnya gembel-gembel, gelandangan, dan anak jalanan menjolok bulan yang kusam. Pembangunan ekonomi yang gila-gilaan membawa bangsa ini menjadi konsumtif. Segala sesuatu diukur dengan ukuran limpahan materi.

Cuaca senja menjadikan Nurani semakin tua, bungkuk, dan tersaruk-saruk jalannya. Ia membayangkan jembatan dan jalan yang dulu ia bangun dengan gotong royong meneteskan keringat dan darah oleh kaki yang luka, ikhlas menyerahkan sebagian dari tanah dan airnya kini meruah airmata bangsa yang mengais nasib di seelokan dan tumpukan sampah pembangunan. Nurani semakin tua dan merasa sia-sia memanjatkan doa.

Burung-burung senja kembali melintas di atas mega. Garuda masih berpaling ke kanan dan di dadanya tergantung perisai yang penuh dengan simbol-simbol. Garuda itu terbang menembus mega, melabrak awan berarak, terbang bebas mengepakkan sayap-sayap keperkasaan. Nurani berbisik dalam hati, "akulah garuda yang melintas mega. Aku terbang menembus gumpalan awan menuju sarang keabadian. Ya, Allah jadikan sayapku perkasa mengepakkan doa-doa purba. Jadikan bulu-bulu di sekujur tubuhku sebagai rindu anak-cucu. Izinkan kini aku terbang menuju pulang ke sarang. Telah kulewati musim-musim pancaroba dan kini senja telah tiba. Aku terbang menuju Gerbang Istana-Mu, mengepakkan sayap-sayap rindu."

Garuda itu kini terbang di keluasan hatiku. Darahku berdebur-debur,menggelombang menerjang karang-karang kehidupan yang keras. Dinding-dinding dadaku menyatu dengan langit biru, menyimpan segala rindu.

Bengkel Puisi Swadaya Mandiri
Jambi 19 juli 2010
Biodata Penyair
Dimas Arika Mihardja adalah seorang penyair Angkatan 2000 dan sekaligus seorang dosen puisi di Universitas Jambi

GARUDA PERTIWI

Akulah sang pengembara yang tak miliki pagi,siang,malam...
Bilangan masa bagiku sama saja...
Elang sang pengembara sejati, kembali dengan bekal yang cukup tinggi
Air mata darah itu makin mengiris semua lara...
Kesakitan yang teramat sangat...
Ku terbang tinggi melibas kabut langit melalukan badai!
Paruhku mencium sesuatu
Bau apapun cinta itu akan kuat jika berasal dari kuilNYA
Sebilah rindu menyembelih membabit!
Pencapain itu baru dimulai
Masih belum selesai...
Dan sepertinya tak akan pernah selesai karena setiap helaan nafas adalah obsesi.....
Mimpi-mimpi yang harus terbeli....
Lelaki tanpa senyum
Berdiri bak patung
Matanya membuang pandang sangat jalang
Bicarapun jarang
Sekali bicara, ia bak singa lapar....
Liar, gahar
Sangar mengaumkan kekecewaan pada gurun yang telah diberinya oase sekian
banyak...
Peluhnya tak terbayar!
Jangan salahkan ia jika harus menjadi pembunuh berdarah dingin
Boleh saja kau bersyair sedih..kecewa..lara apapun yang buruk-buruk itu..
Namun ungkapkan dengan sejatinya lelaki!
Meski dengan air mata tertahan
Kalau perlu jadikan batu air mata darahmu itu!
Lalu lelaki itu datang lagi
Ia kembali untuk menggugat..menggugah..menggubah...mengubah bangsa dan negeri ini
Ia tak pernah berhenti terbang...rela mengorbankan hatinya...cintanya buat sebuah pilihan!...
Menerjang kabut,melibas savanna kering, melintas pasir panas yang berbisik...
Memburumu atasNYA
Sayap-sayap baja yang kuat buat bangkitkan bangsa yang makin lemah ini..

Ia membela ibunya

Pertiwi yang kian hari menangis darah!
Ia dengan paruh tajamnya akan mematuk mata-mata kalian!
Para pendurhaka pertiwi...ibu kita yang tak lagi kuasa menahan air mata darahnya...
Merdekalah jiwa-jiwa!
Ia telah datang dengan sebentuk cinta yang sungguh untuk sebuah pembaharuan!
Geliat liat tubuhnya dan tubuhku
Adalah pemberontakan liar yang segera menggempur kau pengkhianat negeri!

Menteng Dalam Jakarta, 23 Mei 2010, buat laskar elang!


Biodata Penyair
Kirana Kejora dengan nama pena Eagle fly alone Terlahir di kota Ngawi, 2 Pebruari, single figther dari dua matahari titipan Tuhan, ”ELANG” Arga Lancana Yuananda (15) dan ”EIDELWEIS” Bunga Almira Yuananda (10). Mulai mencintai kertas dan pena sejak usia 9 tahun. Cinta pada puisi, prosa dan seni peran meski tak pernah ada dukungan formal sepanjang hayat. Just ordinary people. Hanya lulusan cumlaude Fakultas Perikanan Univ. Brawijaya yang dulu hanya jurnalis sebuah tabloid kecil di Surabaya, penulis lepas beberapa media cetak, dan kebetulan pernah menjadi Pemakalah, Pembicara pada Seminar Wajah Kepengarangan Muslimah Nusantara Di Malaysia pada tahun 2009. Merasa besar dan belajar di jalan, gunung, gurun, laut, dan langit yang terus dirunut bersama kawan, sahabat, dan saudara yang ditemukan di manapun.Juga banyak belajar pada debu dan angin. Dan merasa wajib terus belajar, berujar, mengejar, setelah kebetulan lagi, bisa menulis 30 Script Film TV, 4 Script Film Layar Lebar, 3 video klip solois Nena (script & director), video klip single ”Aku Selingkuh” by Ade Virguna (script & director) dan kolaborasi 8 puisi dalam album Selingkuh (independent album) dengan Ade Virguna (gitaris Jet Liar dan RriD), serta Alhamdulillah bisa menulis buku Kepak Elang Merangkai Eidelweis (Novelete & Antologi Puisi Tunggal), Selingkuh (Antologi Tunggal Cerpen & Puisi), Perempuan & Daun (Antologi Tunggal Cerpen & Puisi), berbagi puisi di buku Musibah Gempa Padang (Antologi Penyair Indonesia-Malaysia), dan kembali bisa melahirkan Elang (Novel) dan Janji Biru Mahameru (Novel). Kirana Kejora merasa masih menjadi sehelai bulu ayam yang ingin menjadi sayap elang.

AKU TULIS UNTUK KAMU

Merapi tetap merendah ditengah pulau Jawa.
Diantara hiruk pikuk kepadatan manusia.
Rumor hujan meteor menyajak kerentaan semesta.
Tak kentara namun terasa dalam kidung nalar.
Seukuran hati berserenade jiwa.

Krakatau tetap tenang tak galau.
Ditengah laut ujung barat pulau Jawa.
Seakan tak ingin terusik dari kebisingan racau.
Dalam senyawa stigma politik.
Alam membuat tempat perenungan.
Untuk mengumandangkan kearifan semesta.

Bumi yang tua tampak bungkuk.
Menahan beban manusia.
Menopang rumusan limbah dan polusi.
Tetap bijak menerima mayat untuk dikuburkan.
Meskipun kotoran terserak ditanah.
Walaupun lumpur sampah setia mengalir.

Langit menyenja biru dongker.
Awan merenta putih kecoklatan.
Matahari sebegitu menyengat isi kedalaman diri.
Rembulan meraut kegamangan malam.
Untaian tautan hidup bergeser jarak keyakinan.
Antara batasan ada dan tiada ada.
Manusia berusaha mengekalkan wujud impian.
Antara dimensi hamba dan Tuhan.
Manusia menjadi pembatah yang nyata.

Terang berarak menuju gelap.
Keresahan sudah terbiasa berada dalam hati.
Kegelisahan sudah melarut setiap jarak pandang.
Manusia lahir.
Manusia hidup.
Manusia mati.
Fase-fase kisi-kisi nafas.
Mencerna kesaksian perjalanan indera.
Dari masa ke masa.

-------------------------
Jakarta, 05 Mei 2010
Biodata Penyair
Muna Yuki Sastradirja, lahir 27 April 1980. Kini tinggal di Jln Petamburan VII, Rt. 009/06 No. 21 Kelurahan Petamburan Kecamatan Tanah Abang. Kode Pos 10260. Jakarta Pusat. No 021 95113933

KEMBALIKAN PARU-PARU BANGSAKU

aku sudah bosan dengan aroma tulisan
: anyirnya darah

bagaimana jika ku ganti suasana lukisan
: air dan tanah

ah, selalu saja kita menghasilkan luka goresan
: banjir yang parah

manusia,
kembalikan laut dan hutanku!


10 Januari 2010
Biodata Penyair
Badut 'PC' Gila, lahir di Surabaya 16 November dan berdomisili di Surabaya. Segala hal yang ingin ditanyakan pada penyair bisa melalui phone: 03172722355 - 085850404446

Minggu, 18 Juli 2010

KOLECER & HARI RAYA HANTU



Sebuah Ulasan Tentang 20 Cerita Pendek Kearifan Lokal

Benny Arnas, Cesellia Ces, Gunawan Maryanto, Hanna Fransisca, Iwan Soekri, Krisna Pabicara, Nenden Lilils A, Noena, Oka Rusmini, Sastri Bakry, Saut Poltak Tambunan telah melahirkan karya brilian dari tangan mereka. Sebuah karya yang berusaha menampilkan kekayaan kebudayaan indonesia kepada seluruh dunia pada umumnya dan kepada putra-putri nusantra pada khususnya.
Sungguh usaha yang sangat langka ini patut kita acungi jempol dan patut kita apreasiasi mengingat pengetahuan kita tentang kebudayaan lokal sangat minim. Barangkali dengan begitu kita akan lebih mengenal dan lebih mencintai negara kita.
Terbitnya buku KOLECER & HARI RAYA HANTU ini paling tidak membuktikan bahwa indonesia tak hanya kaya dengan kekayaan alam yang melimpah melainkan kaya dengan kebudayaan lokal yang unik, menarik walau di dalamnya terdapat berbagai peristiwa yang belum mampu kita maknai hikmah.
Akhirnya hanya ucapan terikasih yang bicara saya haturkan kepada para penulisnya dan kepada para pembaca yang ingin mengenal kekayaan budaya lokal indonesia tak ada salahnya bila berlomba-lomba memiliki buku ini.

Al-Amien, 18 Juli 2010