Kamis, 29 April 2010

AREKKEP LOKA

Arekkep loka ngangguy tanang sabber
Bule ben dhika sajejer
Dhalem lember pangapora Allo semaha ajer

Al-Amien, 30 April 2010

SAKERA

Asapo' beddih lebbi dhika pele
Etembeng belendeh mele aeng mata potra-potre madure

Al-Amien, 30 April 2010

SORAMADU

Madure ben jebe
Settong nyabe
Bile langnge' iman ronto
tresna lebur asapo' moso

Al-Amien, 30 April 2010

Rabu, 28 April 2010

PERJALANAN

: sahabat karibku Almarhumah Layla Sampang

Dari buku ke buku
Kau mencari jalan
Hingga akhirnya
Wajahmu berganti nisan

Al-Amien, 2008

SAAT KUBACA NISANMU

: Alm. KH. Moh. Tidjani, MA

Saat kubaca nisanmu
Bintang-bintang berjatuhan dari langit-langit mataku
Lantaran kusaksikan
Nisanmu selalu rindang dengan daun-daun doa

Al-Amien, 2008

JANGAN

:FQ asal Banyuwangi

Jangan menjadi angin
Tanpa desir
Jangan menjadi kapal
Tanpa nahkoda
Jangan menjadi pagi
Tanpa matahari
Jangan menjadi malam
Tanpa rembulan

Al-Amien, 2008

ANTARA KAMUS DAN BUKU ILMIAH

: sahabat karibku Ubaidillah Aidil

Antara kamus dan buku ilmiah
Kau berkisah
Kita adalah sejarah
Selalu dibaca
Dari jaman ke jaman
Selalu dibahas
Dari kantor ke kantor

Al-Amien, 2008

TERIMAKASIH

: KH. Moh. Idris Jauhari

Terimakasih
Sebab kau telah menjadikan aku
Matahari yang selalu ingat pada senja

Al-Amien, 2008

KISAH CINTAMU DAN DOAKU

Teruntuk guruku Nyai Hj. Zahrotul Wardah

Namun tahajjud sunyi
Yang kau pilih menjadi puisi
Akan selalu memikat hati
Ilahi pun meridlai

Halaman tunggumu
Jiwa yang selalu merindu

Zaman mengerlingkan mata
Akan kau rundukkan pandangan lantaran setia
Hizib-hizib cintamu kau hadiahkan pada permata hatimu
Rindumu selalu kau terjemahkan dalam gerakmu
O guruku
Tanda baktimu pada permata hatimu
Ulasan setiamu
Lintasan jalan cinta dan cumbumu

Walau aku tak lahir dari rahimmu
Aku masih anakmu
Rindang pohon doamu
Di halaman tanah jauhari
Akan meneduhiku
Hanya pada Allah aku berdoa semoga kau dan permata hatimu selalu menjadi cahaya

Al-Amien, 11 Maret 2010

HARAPAN YANG DITERJEMAHKAN DALAM KATA DENGAN NUANSA ROMANTIS

Sebuah Ulasan Puisi berjudul andai aku lautan karya Mbak Nurjanah Yahya

Puisi memang sangat akrab dengan kehidupan manusia. Puisi bisa dipilih oleh seseorang untuk menerjemahkan harapan ke dalam kata seperti yang dilakukan oleh penulis yang lebih dikenal dengan sebutan Nur ini, namun karena penulisnya lebbih tua dari saya dan sudah mempunyai anak satu maka saya pun memanggilnya dengan sebutan Mbak Nur.
Mbak Nur ini adalah salah satu dari sekian perempuan negri bahkan dunia yang memilih menerjemahkan harapan atau perasaannya ke dalam kata.
Hal semacam ini sudah lumrah terjadi. Berikut saya kutip secara lengkap puisi yang ditulisnya dengan begitu romantis.
Harapan yang disampaikan seperti cara yang Mbak Nur pilih bisa saja menjadi cara alternatif yang unik untuk menyampaikan perasaan kepada siapa saja yang hendak dituju.
Kebetulan puisi ini bertema harapan yang penuh dengan nuansa cinta, nuansa yang menawarkan pengakuan atas ketidak berdayaan penyairnya namun tidak lemah dengan kata lain tidak rapuh.

andai aku lautan..

andai aku lautan..
aku pasti akan menelan semua bulir air hujan yang dijatuhkan oleh langit..
atau menyimpan tangis gelombang yang meraung-raung dipermainkan badai..
atau meredam lengkingan amuk petir yang menampar-nampar punggung langit..

tapi aku..
aku tidaklah sehebat itu semua..
aku hanyalah seperti segelas air teh hangat beraroma lemon kesukaanmu..
yang bersyukur bisa menemanimu setiap hari..
dan berharap kau tak pernah lupa meminumnya..

Puisi ini hanya terdiri dari dua bait, namun berhasil disampaikan dengan penuh romansa cinta.
Pada bait pertama, Mbak Nur menegaskan sikapnya yang serva kekurangan. Mbak Nur ingin memberikan suatu yang sangat berharga. Mbak Nur ingin menjadi jiwa yang penuh manfaat. andai aku lautan../aku pasti akan menelan semua bulir air hujan yang dijatuhkan oleh langit../atau menyimpan tangis gelombang yang meraung-raung dipermainkan badai../atau meredam lengkingan amuk petir yang menampar-nampar punggung langit..
Impian ini disampaikan dengan penuh ketegasan dan meyakinkan agar semua jiwa yang membaca karya ini, bisa merasakan seperti yang dirasakan oleh penyairnya.
Pada bait kedua, impian yang disampaikan tersebut diakui sangat musykil untuk dilaksanakan karena dengan tegas penyair menyatakan jatidirinya tapi aku../aku tidaklah sehebat itu semua..//aku hanyalah seperti segelas air teh hangat beraroma lemon kesukaanmu../yang bersyukur bisa menemanimu setiap hari../dan berharap kau tak pernah lupa meminumnya..
Hal semacam ini yang selayaknya disampaikan seseorang kepada jiwa yang menjadi pilihan jiwamu agar dia mengerti tentang segala kekurangan pasangan dalam menjalani hidup sehingga bisa tercipta saling melengkapi. Kita dapat saksikan kalimat romantis dalam puisi ini, ku hanyalah seperti segelas air teh hangat beraroma lemon kesukaanmu../ yang bersyukur bisa menemanimu setiap hari../dan berharap kau tak pernah lupa meminumnya..
Dengan begitu tawadlu’nya penyair menyadari kekurangan yang ada pada dirinya. Namun, di tengah serba ketidak sempurnaan, penyair masih bisa bersyukur. Sungguh pengalaman batin yang patut kita acungi jempol khususnya dalam perjalanan hidup ini yang sarat dengan perjuangan dan pertarungan nurani.

Al-Amien, 28 April 2010

MENGENAL SPRITUALITAS AHMADUN YOSI HERFANDA

Sebuah ulasan puisi terhadap karya Ahmadun Yosi Herfanda Sembahyang Rumputan
Oleh Moh. Ghufron Cholid

Puisi adalah risalah hati yang ingin disampaikan seseorang kepada siapa saja yang hendak dituju lewat kata-kata. Cara ini, biasa sering dipakai untuk mengapresiasikan perasaan bahagia, duka dan semacamnya.
Hal semacam ini bisa dilakukan oleh siapa saja. Karena puisi bukan hanya milik para sastrawan saja. Pusi milik semua yang ingin mengaktulisasikan dan membahasan seluruh apa yang disaksikan, seluruh apa yang didengar dan seluruh apa-apa yang disaksikan.
Demikianlah kiranya yang dilakukan oleh seorang penyair kondang kita Mas Ahmadun Yosi Herfanda lewat puisinya berjudul SEMBAHYANG RUMPUTAN. Berikut kutipan lengkapnya.
SEMBAHYANG RUMPUTAN
walau kaubungkam suara azan
walau kaugusur rumah-rumah tuhan
aku rumputan
takkan berhenti sembahyang
:inna shalaati wa nusuki
wa mahyaaya wa mamaati
lillahi rabbil ‘alamin
topan menyapu luas padang
tubuhku bergoyang-goyang
tapi tetap teguh dalam sembahyang
akarku yang mengurat di bumi
tak berhenti mengucap shalawat nabi
sembahyangku sembahyang rumputan
sembahyang penyerahan jiwa dan badan
yang rindu berbaring di pangkuan tuhan
sembahyangku sembahyang rumputan
sembahyang penyerahan habis-habisan
walau kautebang aku
akan tumbuh sebagai rumput baru
walau kaubakar daun-daunku
akan bersemi melebihi dulu
aku rumputan
kekasih tuhan
di kota-kota disingkirkan
alam memeliharaku subur di hutan
aku rumputan
tak pernah lupa sembahyang
:sesungguhnya shalatku dan ibadahku
hidupku dan matiku hanyalah
bagi allah tuhan sekalian alam
pada kambing dan kerbau
daun-daun hijau kupersembahkan
pada tanah akar kupertahankan
agar tak kehilangan asal keberadaan
di bumi terendah aku berada
tapi zikirku menggema
menggetarkan jagat raya
: la ilaaha illalah
muhammadar rasululah
aku rumputan
kekasih tuhan
seluruh gerakku
adalah sembahyang
1992
Secara garis besar puisi ini melukiskan ketegasan penyair terhadap apa yang diyakininya.
Pada bait pertama dengan begitu tegasnya, penyair menyatakan sikapnya terhadap adzan dan sembahyang. Keduanya takkan pernah hilang hingga kapanpun. Keduanya akan selalu ada, akan sia-sia semua oknum yang akan menghapus adzan dan sembahyang dalam kehidupan manusia walau kaubungkam suara azan/walau kaugusur rumah-rumah tuhan/aku rumputan/takkan berhenti sembahyang/:inna shalaati wa nusuki/wa mahyaaya wa mamaati/lillahi rabbil ‘alamin. Dengan begitu tegas penyair menyatakan dirinya akan selalu sembahyang meski dia hanya rumputan. Hanya rakyat yang mudah diinjak. Meski dia hanya jiwa yang mudah untuk dijajah. Kita bisa memahami mengapa penyair bisa menyatakan sikapnya dengan begitu tegas, karena penyair menyadari bahwa semua yang dilakukan penyair hanya semata-mata lahir atau diperoleh dari Tuhan yang Maha pemberi maka tidaklah mengherankan bahwa segala usaha yang penyair lakukan semata-mata mengharap ridlaNya. Hal ini sangat lumrah sebagai rasa syukur atas segala anugrah.
Pada bait kedua, lagilagi penyair dihadapkan dengan rintangan. Penyair dihadapkan dengan pergolakan batin yang sangat memaksa dirinya untuk bimbang namun dalam meski bimbang penyair tetap sadar akan jatidirinya. Penyair tetap mengerjakan apa yang telah diyakininya yaitu penyair tetap melakukan sembahyang. Sungguh panorama yang indah, dimana seorang hamba dalam keadaan terdesak masih bisa mengerjakan apa yang diyakini dan tidak terpengaruh oleh ancaman bahkan tindakan yang mempengaruhi hidupnya. Yang mempengaruhi ketenangannya.
Pada bait ketiga, penyair dengan totalitas pengakuannya menyatakan diri bahwa kepasrahan yang dilakukan tidak hanya sekedar kepasrahan tetapi kepasrahan yang benar-benar total. Keyakinan penyair tidak setengah-setengah sekali penyair ingin beribadah maka jiwa raganya akan bersama-sama beribadah. Hal semacam ini yang kita rindukan.
Pada bait keempat, lebih berani penyair menyatakan sikapnya. Penyair tidak akan pernah takut terhadap ancaman maupun tindakan siapapun yang akan menghalanginya dalam beribadah. Penyair berkeyakinan, akan senantiasa tumbuh rumput baru yang lebih semangat dalam bersembahyang dalam dirinya. Sebuah pengakuan yang sangat berani dan sangat berisiko ini sangat disadari oleh penyair. Beginilah lukisan seorang hamba yang memiliki keyakinan yang total pada Tuhan yang diyakininya. Dia tidak akan pernah takut dengan semua bahaya yang akan dihadapinya.
Pada bait kelima, sekedar meyakinkan siapapun yang masih belum percaya kepada keyakinan yang dimiliki, penyair menyampaikan risalah hatinya sebagai wujud solidaritas kemanusiaan yang tinggi. Hal ini terlukis secara gambalnga, aku rumputan//kekasih tuhan/di kota-kota disingkirkan/alam memeliharaku subur di hutan. Penyair sangat menyadari menjadi rumput kekasih Tuhan tidaklah mudah, bisa dikatan membutuhkan pengorbanan. Harus berani disingkirkan dari keramaian. Namun, meski begitu akan selalu tumbuh dalam keterasingan. Tumbuh dengan indah di hutan (tempat asing), tempat yang kurang diminati untuk dihuni oleh manusia pada umumnya.
Pada bait keenam, penyair kembali mempertegas jatidirinya. Penyair kembali mengingatkan semua yang mengenalnya baik yang mengaguminya maupun yang berniat menyingkirkan keberadaannya kalau penyair hanya rumputan yang takkan berhenti sembahyang. Hal semacam ini yang kiranya kurang mendapatkan respon positif dari berbagai kalangan termasuk kita sebagai manusia.
Pada bait ketujuh, penyair senantiasa mengfungsikan diri sebagai jiwa yang penuh manfaat, baik bagi yang sering menganiaya maupun kalangan yang sering tertindas.
Pada bait kedelapan menurut saya adalah bait yang paling romantis karena bait ini yang menjadi ruh dari puisi ini. Ruh puisi yang melukiskan hakekat seorang hamba dihadapan Tuhan. Marilah kita simak sejenak atau kita renungkan bait pamungkas dari puisi ini, aku rumputan/kekasih tuhan/seluruh gerakku/adalah sembahyang.
Bait inilah yang sangat menyita seluruh imaji saya dalam membedah ruh yang ada dalam puisi ini. Bait ini pulalah yang harus menjadi renungan kita bersama. Sudahkah kita melakukan isi yang ada dalam puisi ini.
Demikian ulasannya atas puisi yang berjudul SEMBAHYANG RUMPUTAN yang menurut saya adalah karya yang paling mutiara dibandingkan karya-karya lain yang pernah ditulis Mas Ahmadun Yosi Herfanda semoga syair ini tidak hanya menjadi slogan semata bagi kita semua. Akhirnya hanya kepada Tuhan saya haturkan terimakasih karena telah memberikan kesempatan bagi saya untuk mengulas karya yang saya kagumi ini. Kepada seluruh pembaca selamat menikmati dan selamat menafsirkan dalam gerak nyata. Salam persahabatan dan salam karya.

Al-Amien, 27 April 2010
Biodata Penulis
Seorang Pembina Sanggar Sastra Al-Amien (SSA).

Selasa, 27 April 2010

TARIQOH SRIPUAL DALAM PUISI

Sebuah Ulasan Puisi Terhadap Karya Jamal D Rahman berjudu Karena Laut Menggemuruh dalam Rakaat Kami yang diterbitkan di situs pribadinya http://jamaldrahman.wordpress.com/puisi/karena-laut-menggemuruh-dalam-rakaat-kami/

Berikut ini izinkan saya mengulas karya penyair Indonesia yang berasal dari tanah Madura. Tanah yang akrab budaya, akrab tatatkrama.
Lagi-lagi puisi menjadi pelampiasan seseorang untuk melukiskan segala badai yang ada dalam sanubarinya dalam wujud kata-kata. Kalau bisa saya ibaratkan, puisi bisa kita katakan tariqoh dalam menjabarkan luapan batin seseorang kepada dirinya sendiri. Seseorang kepada orang lain ataupun seorang hamba kepada Tuhan yang telah diyakininya.
Kali ini Mas Jamal D Rahman datang dengan wajah baru. Datang dengan wajah yang penuh renungan. Penuh dengan fatwa yang saya rasa cukup tegas.
Puisi ini lahir dari kegelisahan seorang Jamal D Rahman dalam menyaksikan kenyataan hidup. Jamal mencoba keluar dari kehidupan yang penuh kegelisahan kepada kehidupan yang penuh kebahagiaan. Semua cara ditempuh untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Marilah kita simak sejenak puisi berjudul Karena Laut Menggemuruh dalam Rakaat Kami yang ditulis oleh Mas Jamal D Rahman pada tahun 2002. Namun meski terbilang sudah 8 tahun penulisan puisi isi masih menggoda hati saya untuk mengulasnya karena memang masih relevan dengan kehidupan di jaman sekarang.

Karena Laut Menggemuruh dalam Rakaat Kami
Puisi Jamal D. Rahman

karena ingin siang tidak berganti,
matahari kami pindahkan ke rumah kami. berkali-kali.
kami luput, dan jadi tahu:
siang terang bukan karena matahari,
tapi karena sungai membuncah dalam tangis kami

karena ingin malam tidak berganti,
rembulan kami pindahkan ke rumah kami. berkali-kali.
kami luput, dan jadi tahu:
malam terang bukan karena rembulan,
tapi karena laut menggemuruh dalam rakaat-rakaat kami

2002
Puisi yang hanya terdiri dari dua bait ini, telah menuntaskan permasalahan yang ada. Puisi ini adalah jawaban dari kegelisahan seorang penyair tentang apa yang dialaminya mungkin juga pernah kita alami dan pernah kita saksiakan dalam kehidupan nyata kita.
Baiklah kita bahas dan kita bedah puisi ini bait demi bait sehingga nantinya kita bisa merasakan kehadiran puisi ini dalam kehidupan kita.
Pada bait pertama, penyair mencoba mencari jawaban atas segala keresahan tentang terang yang ingin diperolehnya, tentang kebahagiaan yang hendak didekapanya. Namun penyair menemukan suatu kejutan yang lain. Ternyata terang hidup itu tak diperoleh karena Matahari di pindah ke dalam rumah atau kekuasaan dipindah kedalam kehidupan nyata, dalam tempat yang biasa yang ditempati melainkan kebahagiaan itu ada atau kebersamaan itu ada lantaran sungai membucah dalam tangis kami.
Dengan kata lain bisa kita artikan bahwa kebahagiaan itu ada dalam kebersamaan meski semua mengalami luka jika dijalani dengan bersama-sama maka akan tanpak ringan dan tanpak mempesona.
Secara garis besar bait pertama ini menjelaskan bahwa kebahagiaan itu ada dalam kebersamaan bukan dalam kekuasaan yang dapat digenggamnya dalam rumah hingga dalam ranah yang lebih luas.
Sementara bait kedua lebih romantis dalam lebih tegas. Malam dan rembulan memang tidak bisa dipisahkan. Agar malam dan rembulan lebih terlihat mempesona dan tidak bisa digantikan dengan panorama lainnya, maka diadakanlah usaha untuk memindahkannya ke dalam rumah secara berkali-kali namun sebesar itu pula penyair mendapatkan kekecewaan. Namun dalam kekecewaan penyair masih menemukan jawaban bahwa terangnya panorama hati, kebahagiaan itu selalu ada bukan karena telah berhasil memindahkan pesona malam ke dalam rumah melainkan karena laut bergemuruh dalam rakaat kami.
Secara sadar penyair mengakui bahwa laut yang bergemuruh dalam rakaat penyair dan orang-orang yang berada disekitar penyair yang melabuhkan segala perasaannya kepada Tuhan disanalah dia mendapatkan kebahagiaan.
Dua bait puisi ini, kata kuncinya berada pada baris terakhir pada tiap bait. Bait pertama berbunyi tapi karena sungai membuncah dalam tangis kami yang melukiskan betapa kebersamaan itu harus selalu ada dalam tiap tawa ataupun luka. Sementara bait kedua yang menjadi kunci dari semua gembok kata yang ada berbunyi tapi karena laut menggemuruh dalam rakaat-rakaat kami yang melukiskan penghambaan yang utuh kepada Tuhan.
Puisi Mas Jamal D Rahman berjudul Karena Laut Menggemuruh dalam Rakaat Kami bisa kita sebut tariqoh spritual dalam puisi.
Terlepas puisi ini sudah berhasil atau tidak dalam meyampaikan risalah hati maka biarkanlah zaman yang akan membahasnya. Mari kita beri aplus kepada Mas Jamal D Rahman dengan puisinya berjudul Karena Laut Menggemuruh dalam Rakaat Kami.

Al-Amien, 28 April 2010

Kamis, 22 April 2010

KARTINI DALAM PUISI

Kau bersahabat debu
Namun mekar bunga namamu tak pernah layu

Kini
Mimpimu lahir kembali
Di hari ulang tahunmu

Al-Amien, 21 April 2010

Selasa, 20 April 2010

URAIAN CERITA YANG TAK PERNAH PURBA

Kolaborasi Lelaki Rumput dan Moh. Ghufron Cholid

Ingin bersua denganmu di bawah cemara
di tepi hutan, dimana aku bisa leluasa menggerakan jemari
agar di sentuh angin yang datang dari arah gunung
menyapa reranting

Apakah aku bisa menemukanmu di bawah cemara?
meskipun jemariku bukanlah jemari seorang penari
dan rambutku tidaklah memancarkan cahaya puisi
tapi dengan angin, dengan cemara, aku bisa bercakap-cakap lama
tanpa mesti malu atau takut

Di bawah cemara
suatu saat jemariku akan layu lalu gugur
tapi cemaramu akan tetap berdiri dengan gagahnya
menjadi rumah bagi koloni semut
dan burung-burung kecil yang sedang belajar terbang

Di bawah cerama
Kita menjadi uraian cerita
Yang tak pernah purba
Lantaran kesetian kita
Menenum kain persahabatan ... Lihat Selengkapnya
Dengan benang doa dan jarum kesabaran
Seraya mengharap ridla Tuhan

Al-Amien, 20 April 2010

Sabtu, 17 April 2010

SURAT CINTA

Dalam diary luka priok yang selalu menganga
Kutulis surat cinta dengan tinta airmata
Lalu kukirimkan padamu
Bersama desir doa yang kusisipkan dalam sepoi rindu
Barangkali selepas kau baca suratku
Kau semakin tahu
Tak ada yang mau berselimut debu
Tak ada yang menulis diary hidupnya dengan tinta airmata
Sebab semua ingin bercinta dengan mesra

Al-Amien, 17 April 2010

Jumat, 16 April 2010

DARI SUNYI HINGGA KENCAN RAHASIA

Kolabaorasi Dedy Nur dan Moh. Ghufron Cholid

Siang itu, Pertama kali aku menyentuh tanah Jawa.
Memandang jauh dari atas KM Lambelu.
Menikmati Angin laut yang pekat menampar wajahku.
Benakku berdebat, inikah jembatan masa depan yang harus aku lewati?"

Asing, jiwaku benar-benar merasakan keterasingan.
Saat dulu sewaktu masih belum mengenal cita-cita.
Belum mengenal realitas dunia yang sangat Kompleks.
Penuh Paradoks dan penuh dengan jebakan.

Aku yang hanya bermodalkan semangat bercampur kenekatan, berdiri menantang ketakutanku sendiri.
Gejolak dalam diriku begitu terasa. Hingga bergetar setiap langkah yang kuhentakkan kebumi.
Ada keraguan, namun lebih banyak keyakinan yang bermain dalam jiwaku.

Benarkah aku sanggup menjadi apa yang pernah hanya ada dalam bayanganku?'
aku hanyalah seseorang yang datang dari sebuah desa kecil yang bahkan tidak ada dalam peta Indonesia.
Bolehkah aku bermimpi? dinegeri seribu banyangan Palsu ini?"
Bolehkan aku sekedar mencicipi kebaikan yang pernah aku baca dan dengar dari angin?

Aku, yang tak pernah melihat dunia selain dunia yang ditawarkan oleh kedua orang tuaku.
Tapi, dunia yang dilalui oleh kedua orang tuaku masih begitu terhormat dari pada dunia yang aku saksikan saat ini. Aku bahkan masih bisa tertawa lepas, walau dalam kekurangan dan keterbatasan kebutuhan hidup. Masih melihat dan merasakan senyum-senyum yang tulus dan tawa-tawa yang menentramkan hati.

Hari ini, aku tidak lagi berdiri diatas tanah jawa yang pernah aku bayangkan begitu indah dalam imaginasiku. Ternyata, aku salah, Imaginasiku juga salah, aku hanya melihat kenyataan yang semu. Berteman dengan keyakinan yang juga semu, dan akhirnya aku lelah bersama semua kesemuan itu. Atau memang kehidupan yang aku jalani saat ini juga semu~ akan hilang dan pergi bersama waktu. Dan semua pertanyaanku akan terjawab oleh waktu.

Sekarang, dibelahan bumi lain yang juga pernah aku banyangkan.
Menawarkan masa depan yang lebih cerah.
Menjanjikan kehidupan yang jauh lebih berkualitas. Ternyata juga sama.
Kualitas dirimu hanya dapat engkau ukur dengan seberapa jauh engkau sanggup menangkap pesan-pesan yang menyentuhmu dalam perjalanan.

Perjalanan kehidupan yang engkau lalui akan mengajarkanmu banyak hal.
Tentang kearifan, tentang kesabaran, tentang kebijakan, tentang kemanusian, tentang cinta, tentang kebencian, tengtang kabaikan, dan semua tentang kehidupan.

Seorang sahabat yang baik pernah memberi nasehat kepadaku, bahwa Manusia adalah mahkluk yang hanya bertugas untuk menjawab berbagai kegelisahan dan persoalan yang hadir dalam kehidupannya. Pekerjaan kita sebagai manusia adalah menjawab setiap persoalan. Kerena persoalan itu lahir dari tangan-tangan kita sendiri, dan kita adalah bagian dari solusi dari setiap masalah yang kita ciptakan itu.

Aku berhenti bermain dengan imaginasiku.
Kubiarkan dia tersesat.
Dan aku hanya diam.
Beginilah malam, selalu menghadirkan tanya.
Bulan dan bintang dilangit tersenyum menyaksikan imaginasiku tersesat sendiri

Lalu semilir angin membelai manja dalam sunyi
Lantas menjelma cermin
Kemudian hadir dengan kencan mesra rahasia
Sebab bumi tak bisa mengerlingkan mata

Al-Amien 17 April 2010

CARA PENYAIR MENYISIPKAN RUH DALAM KARYA

Sebuah Ulasan Puisi

Kali ini, kita akan membahas tentang puisi berjudul dunia oh dunia buah pena Syahrul affandi bin jalaluddin rozali. Berikut ini saya kutip lengkap puisinya, selamat menikmati!

puisi "dunia oh dunia"

Ini dunia yang kau miliki
Sebentuk bulat tak lonjong, tak petak
Ini dunia yang kau pijak
Bertanah dan berair

Diselimuti pepohonan tapi kau tebang
Dipenuhi lautan tapi kau cemar
Diselubung udara tapi kau kotorkan
Dihiasi manusia tapi kau tipu

Ini dunia yang kau puja
Berbentuk bola yang kau tendang
Tak ada benderang di hati luka
Seakan hempas terkoyak pungkang
Hingga tak kau perdulikan wajah-wajah mayat jelata

Ini dunia yang kau seru
Mengisah kan beban di pundak nya
Menuduhkan kau yang bersalah
Menangis kan hujanan air mata

Ini dunia yang kau agungkan
Aku juga ikut menghancurkan nya
Meski kaki tak sanggup lagi berpijak

Dumai, 16 april 2010
Syahrul affandi bin jalaluddin rozali

Puisi yang ditulis penyair Syahrul affandi bin jalaluddin rozali ini lebih menitik beratkan pada sisi makna atau sisi pesan. Penggunaan metafora pada tiap baitnya, nyaris tidak ada. Hal semacam ini sangat wajar karena memang penyair yang memiliki gaya seperti ini, tak terlalu menonjolkan keindahan bahasa.

Marilah kita bahas dari bait perbait yang ada dalam puisi ini, agar kita lebih akrab dengan kehadiran puisi ini.
Pada bait pertama, yang hanya terdiri dari empat baris lebih bersifat perkenalan. Dunia diperkenalkan dengan bahasa yang lugas,bertanah dan berair. Perkenalan di sampaikan lugas dengan tujuan agar pembaca lebih memahami maksud dan tujuan puisi ini ditulis.
Pada bait kedua, yang hanya terdiri dari empat baris, lebih pada teguran semata. Lebih menekankan gugatan kepada kamu lirik, yang dianggap kurang bersahabat dengan alam. Manusia yang dinilai terlalu tamak. Tanda tamaknya manusia ditulis dan dicontohkan dengan gamblang yakni mudah menebang pohon sembarangan. Lebih sering, melakukan pencemaran di lautan demi memenuhi kepuasan duniawi. Lebih suka, membuat polusi sehingga pernafasan pun terganggu. Penyair pun menegaskan bahwa watak dasarnya adalah suka menipu.
Dengan demikian bait kedua ini sarat dengan renungan yang bersifat nyata dan sangat akrab dengan kehidupan kita.
Pada bait ketiga, penyair lebih tegas melukiskan manusia yang tamak pada dunia. Penyair menggugat manusia yang tamak dengan begitu lugasnya. Gugatan itu terasa sangat tegas. Gugatan itu bisa langsung dirasakan karena memang tidak dihiasi dengan metafor. Dunia yang umumnya dipuja manusia menurut penulis tak lebih dari sekedar bola yang bisa ditendang akibatnya, tak ada kepedulian kepada rakyat jelata khususnya yang telah meninggal.
Pada bait keempat, penyair hanya berbagi kisah spritual dengan kamu lirik (penyeru dunia) dengan menyatakan Ini dunia yang kau seru/Mengisah kan beban di pundak nya/Menuduhkan kau yang bersalah/Menangis kan hujanan air mata. Dengan demikian menyeru dunia hanya akan menambah beban saja. Beban bagi dirinya maupun beban bagi dunia yang diserunya.
Pada bait kelima dengan tegas penyair menyatkan sikapnya kepada kamu lirik (pemuja dunia), Ini dunia yang kau agungkan/Aku juga ikut menghancurkan nya/Meski kaki tak sanggup lagi berpijak. Sebuah sikap tegas telah disampaikan penyairnya. Saya pikir ini adalah sikap yang sangat berani, sengaja ditempuh penyair untuk menyadarkan kamu lirik dari kebiasaan memuja dunia. Bahwa penyair ikut menghancurkan dunia yang sering dipuja kamu lirik meski terkadang penyair tak mampu lagi beranjak. Dengan demikian puisi ini, bisa dibilang berhasil dalam penyampaian pesan saja kendati keindahan bahasa metaforisnya kurang mendapatkan tempat. Inilah salah satu genre yang coba diusung oleh penyairnya, mendobrak kebiasaan penyair lain yang terlalu mengagungkan metafor dalam karya-karya meraka. Bagi saya pribadi hal semacam ini adalah sah-sah saja karena setiap penyair meliki ruh tersendiri pada tiap karya-karya yang telah ditulis.

17 April 2010

HENING

Malam menyapaku
Bumi berceloteh tentangku
Aku hanya bisa berkata
"Aku sedang kosong"

Al-Amien, 17 April 2010

Biodata Penulis
Ach. Imam Galih, lahir di Sukabumi 15 April 1988, Ia seorang Mahasiswa pasca sarjana fakultas Dakwah jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI)di IDIA Prenduan Sumenep Madura, di tengah kesibukannya meneliti dia masih menyempatkan diri membinan Teater Hilal Al-Amien.

BERSAMA MASA



Aku belajar mengeja aksara
Aku belajar mengeja rasa
Bersama masa

Al-Amien, 16 April 2010

Kamis, 15 April 2010

SAAT BERTEMAN RINDU

Kolaborasi Puisi Penyair Nona Muchtar dan Moh. Ghufron Cholid

dan di antara derai derai hujan,
yang rinainya pun tak sampai menghantar sepi padamu
maka kutitip bulan bintang
dan musik reggae di wajahmu,
agar malam malamku tak lagi kelam

Anggaplah aku yang ada di sisimu
Setia mengusir sepimu
Walau wujudku
Tak seperti yang kau saksikan dulu

Al-Amien, 16 April 2010

SEMAK RINDU

Kolaborasi puisi Haiku Lina Kelana dan Moh. Ghufron Cholid

SEROJA

Bunga matiku
Tumbuh liar menjalar
Rimbuni semak

SEMAK RINDU

Semak rindu
Dalam taman temu
Indah merayu

Al-Amien, 15 April 2010
Komentar
@Weni Suryandari@ asyik coba2 haiku....
@Shinta Miranda@ kalau "seroja" dimaknai dengan rindu yang tak terwujud, mungkin "semak rindu" menjadikan kolaborasi ini pas
@Moh. Ghufron Cholid@ Memang benar yang dimaksud di sini adalah rindu yang tak terwujud yang selalu menawarkan ray
@Dalasari Pera@ mantap haikunya..!
@Lutera Love@ yang 'seroja' laksana pahit menjalarkan nyala
'semak rindu' nya menyiram padam nyala 'seroja'...

Rabu, 14 April 2010

TANJUNGPRIOK YANG LAPAR

Tanjungpriok sedang lapar kasih sayang, tolong suapin biar kenyang

Al-Amien, 14 April 2010

TANJUNGPRIOK

semua berdarah, sejarah lumpuh, cintapun hilang dalam ricuh

Al-Amien, 14 April 2010

PRESIDEN KEHILANGAN SUARA

Adakah yang mau berbagi suara, saat presiden kehilangan suara dalam menebar cinta, di tanjungpriok yang luka.

Al-Amien, 15 April 2010

WAJAH IKHLAS

Kolaborasi Muhammad Nur dan Moh. Ghufron Cholid

Sudah lama ku mengenal kata ini
namun kerap kuasingkan diri
lewati penuh dengan titian duri
kuhardik penuh benci
namun, tanpa makna berarti

Kau selalu berikan aku misteri
mengungkap rasa dan asingnya kata
mengintip di bilik hatiku yang kian sempit
dari sebuah arti yang tak tahu kapan menghampiri
sapaku ceria

Orang sering katakan itu
kepadaku seraya mengadu
namun aku juga tak tahu
apa maksud di balik kata itu

Orang katakan aku menjadi seperti ini
haruslah siapkan diri membawa panji
tebarkan salam kepada pejuang syari'at
mereka muda gigih berani

Namun, lagi ku bingun akan sebuah arti
arti kata yang terus bersembunyi di hatiku yang perih
Ia senantiasa berujar, namun tak sanggupku bawa
Ia nasehatiku berkelakar, namun tak kelak kusapa

Aku harus gigih penuh jerih
ungkapkan jati diri melawan nafsu yang merajai
kepadamu wahai Ilahi
penebar Ikhlas jauhkan diri
dari onak berduri

Aku harus berdiri melawan pilu
Ikhlaskan hati penuh rindu
mengharapkan ridho ditunggu
hampiriku penuh syahdu

Ajarkan aku Iklas
Oh Tuhanku,

Ajarkan aku Ikhlas
Oh Rabbku,

tuk tebarkan salam kasih-Mu
agar mereka tahu indahnya jamahan-Mu
yang mulai menghiasi hariku dilaman rindu
kepada-Mu merajut Qalbu ditepian ragu
kokohkan hatiku..

Meski berteman luka tetap sumringah
Meski bersahabat bimbang tetap riang

Al-Amien, 14 April 2010

DENDANG JIWA ANTARA LUKA DAN TAWA

Kolaborasi Narju Ridlo Rohman dan Moh. Ghufron Cholid

bila sekerjap dunia terpepak samudera rindu
penuh roja’ di setempo apapun,
Kau hanya
Bisa ku percaya kini

Kau seyugia bayangan, bersebelahan sisi
walau bayan tak kupandang senyata renik

aku tertadah khayal di kedalaman ketidaktahumaluan
tentang kepantasanku menerka
dibalik yang Kau sembunyikan tentu
telah menumpu penasaran ragu bimbang

begitu haru kumenjalani
esok kala akan menggumuni paras
menggigil-lah perih, terguncang getar dada
kelu, kaku, binasa rayu daya
Kau tergerlap cahaya elok pesona
ahaai kunyatakan tersungkur menggila

tak tahannya aku berlama-lama
Kau menawariku manja
lengkap penuh gaya, tak beratsar tinja
tarianku tak kunjung reda

kuterpekur lagi kini
Ingin segera kutinggal-tanggalkan seliput semu maya
Kau mengizinkanku tepat di inti gamitan goda

aku takut amnesiaku kambuh
Nila membenih, tanamlah raga jiwa
kuwatir keras kepala mencipta siksa sebelum api
tegakkan aku sebelum condong pada itu.
penyebab malu,
penghapus rona merah pipi untuk-Mu

khayal saat jumpa
dendang jiwa
antara luka dan tawa

Al-Amien, 14 April 2010

ADA SURGA DALAM PERNIKAHAN

Berikut ini perkenankan saya mengulas puisi saya, yang saya tulis mengenai pernikahan adik sepupu tercinta saya. Puisi berjudul pernikahan, tercipta saat saya mengadakan perjalanan ke sidogiri dalam akad nikah adik sepupu saya (KH. Ach. Hamami Bakri), dia adalah adik sekaligus sahabat karib saya, mulai dari kecil, nyantri di al-amien hingga sekarang.
Dalam puisi ini, saya hanya ingin mengulas pergulatan batin, yang saya alami saat saya mengantarnya ke sidogiri untuk melaksanakan akad nikah pada hari kamis 18 Maret 2010.
Berikut saya tulis lengkap puisinya, selamat membaca dan perkenankan saya mengulasnya.

PERNIKAHAN

Teruntuk adikku KH. Hamami Bakri Munawwir

Halaman hidupmu penuh doa
Saat kau mewisuda perempuan dunia menjadi bidadari surga
Lantas kau dan permata hatimu serupa tangkai dan bunga
Saling memberi sempurna

Sidogiri, 18 Maret 2010

Puisi yang hanya terdiri dari satu bait, dalam satu bait ada empat baris bisa kita saksikan, betapa agung peristiwa pernikahan.
Hanya ada doa, hanya ada wisuda perempuan dunia menjadi bidadari surga, yang dilukiskan keadaan sahabat dan permata hati dalam puisi serupa tangkai dan bunga/saling memberi sempurna.
Tentu sebian dari kita akan bertanya, betulkah pengandaian ini, insya Allah betul adanya. Meski saya sendiri belum mengalaminya dalam artian mengalami pernikahan namun saya telah menyaksikan betapa agung pernikahan ini.
Dan untuk mengaitkan antara keciantaan saya pada puisi dan mengabadikan jejak pernikahan adik sepupu saya maka pada hari pernikahannya (walimahnya) saya abadikan dalam puisi berjudul

PUISI DAN HARI PERNIKAHAN
Teruntuk adik sepupuku KH. Ach. Hamami Bakri

Ada puisi
Ada sepi menjelma riang hati

Ada puisi
Ada rindu menyanyi
Selepas pergi
Datang kembali

Ada puisi
Ada bintang prestasi
Di ujung pertemuan
Yang telah kau agendakan

Ada puisi
Di hari pernikahanmu
Semua mata bercerita penuh cumbu
Seluruh bibir mengabadikan jejakmu dalam bait ridla Ilahi

Blega, 28 Maret 2010

Dalam puisi ini saya mencoba mengaitkan antara kecintaan saya pada puisi dan keinginan saya mengabadikan jejak yang penuh kesakralan dari adik sepupu saya KH. Ach. Hamami Bakri yang intinya dari puisi ini, hanya ingin mengabarkan pada diri saya pribadi secara khusus dan bagi pembaca secara umum bahwa pernikahan itu adalah jejak yang abadi dalam ridla Ilahi. Hubungan yang sangat direstui ilahi.
Demikian ulasan singkat atau sejarah lahirnya dua puisi saya yang membahas tentang pernikahan. Selamat membaca, semoga bermanfaat. Amien.

Al-Amien, 30 Maret 2010

MENELAAH HIDUP LEWAT PUISI

Sebuah Ulasan Puisi Karya penyair Ida Nursanti Basuni

Adalah suatu kesempatan yang besar, saat saya diberi izin mengulas karya penyair Ida Nursanti Basuni dalam 3 puisinya.
TAQWA

Menengadahlah ke langit, jika kau gundah
dari arah yang tak terlihat, akan datang seribu pahala.

Kau takut dengan beras yang tinggal segantang
sedang langit mengucurkan hujan pada ikan-ikan
dan burung-burung di samudra

Jika menyangka, datangkan seribu pahala dengan kekuatanmu
bisakah camar makan sedangkan elang menyambar?

Selama hidup, kau takkan tahu
jika malam tiba kau akan nyenyak sampai pagi

Aku, kau, dan anakmu
mungkin hidup seribu hari
seribu bulan
namun tetap saja kalian menuju mati

(Singkawang, 2010)
Dalam puisi TAQWA sang penyair mengajak kita berkenalan dan memaknai hidup hingga akhirnya kita menemukan terminal kehidupan.
Dengan sangat gamblang penyair mengabarkan pada kita bahwa betapa pun kita sudah maksimal dalam berusaha, kita selalu diajak untuk selalu ingat kepada kematian. Karena kematian adalah tamu yang pasti datang. Namun dalam bait terakhir penyair entah secara sadar atau pun sadar tidak melibatkan dirinya dalam kematian padahal pada 4 baris terakhir secara tegas penyair melibatkan diri Aku, kau, dan anakmu /mungkin hidup seribu hari/ seribu bulan/ namun tetap saja kalian menuju mati. Inilah yang saya maksud sangat ganjal seolah-olah penyair disini bertugas menjadi hakim andai kata kalian diganti dengan “kita” maka kearifan penyair akan tercermin dengan gamblang.


DI PERSIMPANGAN SENJA

Ketika senja di persimpangan senyap,

neon kuning menghapus jejak tawa

dengan adzan dari masjid tua.

Tak lagi kuingat

kapan kota ini beranjak tua

kapan ia beranjak remaja.

Mungkin saja pada sebuah persimpangan senja

Kepak walet pulang ke rumah

pada riuh jejak turis di hotel seberang Kota Indah.

Senyap itu lalu riuh

lampu sen kiri berkelip dalam senja yang kuning

Kota tua di persimpangan senja

kini bagai perawan menor di seberang warung kopi.

Seperti negeri Huan Zu Keke

lampion memagar langit jingga.

Dipersimpangan senja waktu seakan jeda,

terkenang akan jejak tawa adik.

Persimpangan senja kota tasbih

bilur angin runcing menempias waktu bertemu dengan-Mu.


Kota Tasbih, Desember 2009
Dalam puisi kedua berjudul DI PERSIMPANGAN SENJA penulis dengan tegas memaknai senja
Dipersimpangan senja waktu seakan jeda/terkenang akan jejak tawa adik/Persimpangan senja kota tasbih/bilur angin runcing menempias waktu bertemu dengan-Mu.
Betapa senja adalah waktu yang sangat indah jika digunakan untuk bertemu Tuhan. Selalu mengingat tentang kemaha sempurnaan Tuhan.
Secara keseluruhan puisi DI PERSIMPANGAN SENJA adalah isyarat bagi kita untuk selalu merenung tentang segala peristiwa.


MITOLOGI TEBU

Tubuh semampai menebas angin

rapuh lengan membelai cahaya

bersama gesek erang

Bocah bermata lengkung meriuh di ujung sungai

merebas ilalang, mematah reranting

Lading berkilat menantang terik

tebas, lengas, lunglai

“Sesaplah dari ujungnya, kemudian pangkal lengannya.

Jangan tinggalkan ujung bila hendak kepucuk.”

Sesap hingga ampas. Jadam barulah madu.

Tuan, mengajarimu begitu.


Singkawang, pertengahan terik 2010
Dalam puisi MITOLOGI TEBU kita diajak untuk selalu satu rasa, satu tujuan dalam segala sesuatu. Kita harus mengingat asal agar tidak kehilangan jatidiri di kala sukses. Membaca puisi MITOLOGI TEBU kita akan terus diajak mengenali diri, mengenali asal. Kita diajak untuk lebih arif dalam memahami hidup.
Dengan demikian ketiga puisi Penyair Ida Nursanti Basuni mengajak kita untuk selalu hidup tanpa meninggalkan ciri khas kehidupan kita. Kita diajak hidup namun di sisi lain, kita diajak merenungi mati. Inilah usalah singkat saya terhadap tiga puisi penyair Ida Nursanti Basuni semoga ulasan singkat ini bisa menjadi cermin bagi diri saya pribadi dan bagi pembaca budiman agar lebih arif dalam memandang hidup. Akhirnya kepada penyair saya hanya bisa berkata,”Selamat berkarya!”

Al-Amien, 15 Maret 2010

ABOUT YOU

You flower at my heart garden
You rain at my dry season

Al-Amien, 22 Maret 2010

MENGENAL ARTI SAHABAT ATAU KEKASIH LEWAT PUISI

sebuah Ulasan Puisi

Berikut ini perkenankan saya mengulas puisi sahabat kita Fira Rachmat yang lagi ulang tahun hari ini. Saya jadikan ulasan ini sebagai kado spesial untuknya di hari yang penuh sejarah. Marilah kita perhatikan puisi di bawah ini berjudul Beri Sedikit Waktu buah pena Fira Rachmat.

Beri Sedikit Waktu

Dingin menusuk hati
Malam berlalu lagi,tanpamu
Gamang,
terbelenggu rindu di kalbu
Cukup sudah kucumbu senandung lara
Membelah kata patah patah terlunta lunta
Benang umur luntur,kelabu hati
Tak bisakah beri sedikit waktu untukku?
Walau sejenak memberiku selimut hangat
karena hadirmu tepikan sepiku


By: Fira R Pondok Palem,Feb 2010

Walau puisi ini hanya terdiri satu bait namun pesan yang ada di dalam puisi ini sarat makna.
Penyair dengan tegas dan penuh iba menyatakan keadaan dirinya pada sahabat atau pun kekasih yang menjadi bahasan dalam puisi ini. Sesungguhnya malam yang berlalu tanpa kehadiran tokoh dalam puisi ini sangat gamang. Sangat menyedihkan dan tak memberikan ketenangan.
Dengan lembut penyair melukiskan keadaan dirinya, terbelenggu rindu di kalbu/cukup sudah kucumbu lara. Adalah lukisan hati yang sangat tegas penuh iba yang disampaikan oleh seorang sahabat atau pun kekasih yang sedang dicumbu sepi. Keperihan mulai terasa, dan menuntut untuk segera dituntaskan, seperti yang tertuang, Membelah kata patah-patah terlunta-lunta/Benang umur luntur, kelabu hati/Tak bisakah beri sedikit waktu untukku. Rasa iba yang penuh harap mulai mendekati puncak yang harus segera ditanggapi, akhirnya penyair pun menutup kegelisahan hatinya dan betapa berartinya sahabat atau kekasih dalam puisinya dengan, Walau sejenak memberiku selimut hangat/karena hadirmu tepikan sepi.

Al-Amien, 22 Maret 2010

HEART WEATHER

Never love flower
Every hate eyes

Never paradise
Every conscience goes out

Al-Amien, 11 April 2010

REQUES LOVE

Pick me with your smile
Every lose my road home

Al-Amien, 11 April 2010
Komentar
@Abu Yasid Al-Busthomi@ it's so beautiful..
gud poem
@A Pan Di@ wah, pungutku dengan senyummu
menarik
@Shinta Miranda@ I'll pick your smilie and put it in a big vase, so you can see those every time you lost...
@Achmad Halimi@ * فتبسم *

Selasa, 13 April 2010

PERJALAN SPRITUAL PENYAIR DALAM PUISI

Sebuah Ulasan Puisi

RISALAH BURUNG adalah puisi buah pena Yazid Musyafa yang melukiskan tentang Ketulusan seorang hamba kepada TuhanNya.
Puisi RISALAH BURUNG terdiri dari dari lima bait dan marilah kita renungkan isinya, lalu perkenankan saya mengulasnya.

Risalah Burung

Terkembang sayap-sayap melukis cakrawala
Melayang anggun: angkuh di ujung buana
Kurasakan kemerdekaan memeluk jasadku
Sebagai sang burung

Maka kujelang kebebasanku
Melesat, kutuju kemilau cahaya mentari
Sang bayu gemulai menjamah halus bulu-buluku
Membilurkan sejuta sensasi: rasa pada hati
Bias-bias mentari menjelma warna- warni pelangi
Butakan mata pada keindahan ini
Hingga rerintik api-api mentari memberangus kulit
Menjatuhkanku pada sayap-sayap patah
Lalu terkapar, di antara reranting kering

..............................

Maka biarlah Kau kuncupkan kepak sayap-sayapku
Atau Kau sangkarkan aku, lalu Kau tenggerkan
Di ketinggian tiang tiada ujung atau di dahan hati-Mu
Tinggal diam diutuhkan cinta-Mu

Pada yang lebih kekal dari kebebasan fana
Aku rela, sebagai burung....

Pada bait pertama yang hanya terdiri dari empat baris, penyair melukiskan dirinya sebagai burung yang terbang bebas. Kadang melayang anggun kadang penuh keangkuhan.

Pada bait kedua, penyair menggambarkan dirinya sebagai pribadi yang kadang serba kekurangan, penuh ketidak sempurnaan di antara keindahan yang ada. Di antara panorama yang disaksikannya.

Pada bait ketiga, penyair dengan penuh kearifan mengajak kita hening. Tak ada kata. Tak ada suara. Meski ada harapan hanya diselipkan dalam titik-titik yang penuh dengan renungan. Amat mempesona teka-teki ini, dimana setiap pembacanya diajak untuk mengisi kekosongan yang ada, dengan panorama hatinya.

Pada bait keempat, penyair mulai tegas menyatakan keadaan dirinya, Dihadapan Rabbnya. Dihadapan yang dianggap agung dan berkuasa oleh penyair. Penyair dengan arif memasrahkan total keadaannya.

Pada bait kelima, totalitas spritual pun mulai dilukiskan dengan begitu pesona, dengan begitu menggoda. Dzat yang dituju penyair pada puisi ini adalah Dzat yang kekal. Dzat yang tidak pernah mengenal kata fana dan tidak bisa dikaitkan dengan kefanaan. Sebagai hamba yang arif dan bijaksana yang penuh ketawadlu'an dan ketaatan akhirnya penyairpun berkata,"Aku rela/sebagai burung...

Dengan demikian puisi risalah burung adalah perjalanan spritual penyair dalam menjalani hidup hingga dengan tulusnya mengandaikan dirinya sebagai burung yang rela berada dalam sangkar (pelukan kasih Tuhan).
Demikian ulasan yang bisa saya buat, semoga bermanfaat bagi diri saya yang dhaif ini secara khusus dan bagi para pembaca secara umum.

Al-Amien, 31 Maret 2010
Komentar
@Lina Kelana@ esai menarik n puisi yg hebat,

salam sukses shbt shbtk... :)

@Naimisa Yusof@ Bagus sekali lontaran idea nya. Syabas!


Imron Tohari Telisik makna yang begitu bagus dalam menjabarkan bahasa-bahasa simbol yang ada pada puisi bernuansa transemdental ini.

karya yang bagus dan telisik yang cukup memadai untuk kita membaca dari apa yang disiratkan puisi sahabatku Yazid Musyafa.

salam untuk kalian berdua.... Lihat Selengkapnya

@Reni Teratai Air@ penjabaran yang sangat eksotik. eksotik krn mampu meriakkan gema puisi itu sendiri..... hingga terasa geliat keindahan dan sentuhannya....

Makasih mau berbagi

@A Pan Di@ menarik

hati yang hamba
tak menghina
malah menyinar cahaya

@Jurnal Sastratuhan Hudan@ sang penyair membuat personifikasi, sang pengamat (yang penyair juga) mencatatnya dengan bening. burung memang ini begitu imajinatif, dan asosiatif. inilah bahasa yang dipanggil oleh wacana keimanan dalam diri sang penyair. burung iman, burung yang meminta merenungkan dan untuk itu ia bersedia jadi simbol agar manusia mau merenungkannya. ih indahnya.
31 Maret jam 8:57 ·

@Yazid Musyafa@ terima kasih sekali, mas ghufron. :)
saya tak bisa berkata apa2. :)
salam hormatku utukmu...

@Moh. Ghufron Cholid@ ini hanya tulisan dari anak madura yang diperkenalkan dunia tulis menulis semenjak mondok di pesantren al-amien prenduan sumenep madura

MENTADABBURI HIDUP LEWAT PUISI

Sebuah Ulasan Puisi

Berikut ini perkenankan saya mengulas tiga puisi karya sahabat penyair FB Reni Teratai Air. Berikut ini saya tulis secara utuh agar semua sahabat FB bisa menikmati puisi-puisi sang penyair.
Gelungku
:love

Melingkari asamu
Tak kujumpai riakku
Lamat-lamat di antara sedu
Saat menyebutmu

Antara hela dan tarikan
Adalah nyeri menyesakkan
Gelung-gelung tanya betebaran
Dada ini kau sesakkan

________________________

Interup
:bro

Menangislah, Dek
Ketika air mata serupa
Sesak yang pendek
Hingga terbelah duka
________________________

Bintang
:friends

Taburan bintang lingkari rembulan
Ribuan atau jutaan
Aku tak bisa menghitungnya
Juga kemurahan yang nyata

Puisi berjudul Gelungku terdiri hanya dua bait. Dalam tiap bait, terdiri dari empat baris.
Pada bait pertama, Melingkari asamu/Tak kujumpai riakku/Lamat-lamat di antara sedu
Saat menyebutmu/ adalah lukisan kekecewaan lantaran tak menemukan jejak yang pernah penyair abadikan bersama.
Pada bait kedua, Antara hela dan tarikan/Adalah nyeri menyesakkan/Gelung-gelung tanya betebaran/Dada ini kau sesakkan. Penyair mulai melukiskan kekecewaannya yang begitu mendalam. Tak ada ketenangan dan keriangan yang menhampirinya. Yang penyair temukan hanyalah perih luka.
Pada puisi berjudul interup, yang hanya terdiri satu bait saja, hanyalah nasehat yang hendak penyair terjemahkan dalam gerak seseorang yang sangat dikenalnya. Lukisan hati penyair tampak jelas dalam rangkaian kata Menangislah, Dek/Ketika air mata serupa
/Sesak yang pendek/Hingga terbelah duka. Adalah solusi yang ditawarkan untuk mengusir segala kepenatan dan segala kesesakan. Jika dengan menangis semua luka bisa sirna maka menangislah. Inilah solusi hidup yang ditawarkan penyair dalam puisi Interup.
Pada puisi berjudul bintang, yang hanya terdiri dari empat baris ini, ada pernak pernik keindahan dan kebahagiaan yang coba digambarkan secara gamblang. Namun lagi-lagi penyair dengan bijaknya menyatakan bahwa keindahan dan nikmat yang diberikan Tuhan tak mampu dihitungnya.
Demikian ulasan sederhana dari anak madura yang memiliki pengetahuan yang serba sederhana. Serba tak punya apa-apa tanpa bimbinganNya.

Al-Amien, 31 Maret 2010
Komentar
Reni Teratai Air Terima kasih untuk ulasannya yang sangat cantik dan betul-betul dalam...

Anda sangat mengerti bahasaku :)

TEKA-TEKI HIDUP

Semua mencari inspirasi hingga ke taman mimpi, padahal inspirasi selalu ada di tiap gugur daun misteri.

Al-Amien, 13 April 2010

ABJAD YANG GUGUR DALAM LAGU PERSAHABATAN

Kolaborasi Puisi antara penyair Indahairani (Indah Hairani ) dan Moh. Ghufron Cholid


Dia belum sempat

menyarung sepatu

dan menukar baju

dari kelaring darah seorang rakan

sambil menelan aroma hanyir daging

yang tersangkut di jeriji

dentuman itu kedengaran lagi.



Dengan mata polos

dia menyandar pada dinding yang retak

memeluk erat gambar gurunya

sepanjang menunggu reda hujan peluru.



Dalam jeritan bisu

dia mengutip abjad yang gugur

satu persatu

sambil kembali menyusun di atas serpihan batu

Abjad yang gugur itu
Kini menjadi lagu persahabatan
Lalu menjelma tarian pengertian
Dalam dekapan akar kesetiaan

Al-Amien, 04 April 2010

BINTANG KASMARAN

Kolaborasi putribayu (Hjh Ain Mohd Zin, penyair esasterawan.net)dan Moh. Ghufron Cholid

Tunjukan aku satu bintang
bintang yang bersinar
bintang yang menyuluh
menerangi lama semester

bintang yang berkelipan
menyuluh kegelapan malam
menemani bulan

bulan dan bintang
bersatu dalam bicara
bicaranya pasti
ada kegembiraan kebahagian
menerangi kegelapan malam

Sebab dalam jadwal kencan
Bintang kasmaran
Tak dapat disaksikan
Selain hamba pilihan
Yang telah mengikhlaskan
Bunga mimpinya gugur bersama pesona dunia

Al-Amien, 04 April 2010

RASA DALAM KOPI SASTRA

Minum saja kopi sastra, campuran manis kejujuran dan pahit kesabaran. Sungguh nikmat bila diminum dengan ketulusan.

TABIR KEHIDUPAN

Kolaborasi Puisi Alumni Sasnggar Sastra Al-Amien (SSA) M. Hasan Sanjuri dan Moh. Ghufron Cholid

DATANG DAN PERGI
Buah Pena M. Hasan Sanjuri


rinduku padamu kasihku, tanpa rencana datang, tanpa rencana pergi, dan saat ini, aku bagaikan perahu tua yang lama tak berlayar, tak kuasa meremas jari-jarimu saat berjabat tangan. geloraku bangkit, seperti bulan yang memanjat malam pelan-pelan. sebab nada dalam nadimu telah kusimpan.

aku sudah tidak lagi punya rencana untuk tidur, malam terlalu istimewa untuk kulewati dengan mimpi-mimpi basah. di ujung sunyi telah kuukir nisan dengan namamu. masihkah kita berharap merdeka pada rumah? pada tetangga yang belum pernah melihat kita bercinta? mengubur kenangan denganmu jauh lebih sulit daripada mengubur seribu jasad para pahlawan. pada setiap senja dan sebelum semua lilin disulutkan. aku selalu berdo'a agar mati dalam pelukan yang sama.

datang dan pergi bukanlah rahasia kita, karena aku tidak lagi membutuhkan tempat sepi untuk menangis. sedangkan bencana belum tepat waktunya datang, dan kita masih belum bisa disebut sebagai pahlawan.

Februari, 2010

AKHIR PERJALANAN
Teruntuk sahabat M. Hasan Sanjuri


Beranda malam
Kau hidangkan aku makan
Lalu mengajariku bersahabat dengan nisan
Sekedar mengingatkanku akhir perjalanan

Al-Amien, 01 April 2010

TAMAN RIDLA SAAT MUSIM BUNGA

Kolaborasi Puisi antara penyair Danie Ashrafi (Wan Dinie Ashrafi ) dan Moh. Ghufron Cholid

Musim Bunga
Sebuah Sajak yang disumbangkan pada 3/30/2007 1:21:48 AM


Musim Bunga:

Bunga-bunga itu mekar; menunggu dipetik,
menanti seorang kekasih yang segak bergaya,
seorang pujangga yang mampu menambat hati dengan kata-kata,
seorang korporat yang berkerjaya; berwang.

Lalu mereka membawa tuah kepada bunga-bunga itu,
yang tampan bermuka dua,
yang bijaksana berdusta,
yang kaya tamak haloba.

Putik-putik bunga yang lain menanti untuk dipetik,
melupakan belaian kasih pekebun tua,
menanti petikan pemuda yang lalu,
yang akan memberi luruhnya, sebelum tibanya musim luruh.

Liverpool, 29 Mac 2007

TAMAN RIDLA
Teruntuk sahabat Dinie Ashrafi

Kalau musim bunga tiba
Kuminta kau menjelma kumbang
Menghinggapi satu bunga
Di taman ridla
Bernama pernikahan

Al-Amien, 02 April 2010

MENGGAMBAR LUKA DALAM WARNA

Kolaborasi Puisi antara penyair M.E dan Moh. Ghufron Cholid


Dalam ungu kuresapi duka ibu yang terpasung waktu

Elegi yang tak pernah terbaca mata dendam yang dungu

Ungu adalah semburat trauma dari birunya luka

Luka yang diasamkan genangan airmata dalam perjalanan lamban menempuh samudra

“terlalu getir sejarah itu, nak, jangan lagi anak cucu mengalami” wanti-wanti para ibu

Namun hingga kini kaumku tetap menganyam lembaran hidupnya dalam sejarah muram.

Menggambar luka dalam warna
Semisal mengekalkan tanda di beranda masa... Lihat Selengkapnya
Semua bunga bisa membaca
Ada yang hanya menikmati warna
Ada pula menggali sumber makna
Di kedalaman kata

MERAH YANG PENUH GAIRAH

Kolaborasi Puisi antara penyair M.E (Marhaeni Eva)dan Moh. Ghufron Cholid

Kau selalu mengenakan baju merah
Sebab merah mengingatkanmu pada warna dan anyir darah
Darah korban pembantaian yang tak diberi hak mengungkap kesaksian
Darah penyaliban yang memberangus hakikat kebenaran
Dan darah perempuan yang membungkus janin di rahim ketidakberdayaan
Kau selalu menyukai warna merah
Sebab merah menjagamu pada kesetiaan cinta yang kau sakralkan
Dan kesetiaan sebagai saksi atas rahasia yang luput dari mata sejarah
Kesaksian atas aib yang hendak dihapuskan dari silsilah

Merah hidupmu
Amarah dan gairah
Dalam mengasah sejarah

Merah hidupmu
Tanda cintamu
Melukis cumbu
Tak perduli walau menjadi abu

M.E - Yogyakarta, Mei 2009&Al-Amien, 02 April 2010

MUARA AKHIR TANPA AKHIR

Kolaborasi Puisi antara Moh. Ghufron Cholid dan Penyair Lia Salsabila

Aku hanya desir
Yang tak tahu kapan menjadi sepoi
Dan kapan menjadi badai
Mengalirlah dg lembut mengisi relung relung yang kosong hingga penuh kesejukan


Sebab dengannya akan ada tenang
Memberi kenang
Lalu mengusir bimbang
Bimbang kan berlalu menyisakan damai
Dalam naung kasih Ilahi
Di muara akhir tanpa akhir

Al-Amien, 02 April 2010

AEIOU 2010

Kolaborasi puisi antara penyair Mohamad Farez Abdul Karim dan Moh. Ghufron Cholid

a
abjad apakah ini
jika aku hidup 500 tahun terdahulu?

e
eh, apa bunyinya
kenapa agak ganjil sebutan aksara?

i
ish, apakah cacing kerawit ini
kenapa aku dipaksa untuk membacanya?

o
oh, mana tulisan moyangku
kenapa mereka menanamnya
ke dalam bumi?

u
uh, sedih tidak terperi
dalam seribu tahun lagi
huruf ini akan berubah pula
rupabentuknya

selamat tinggal
aeiou!

Kusambut hadirmu
aeiou
Sebab waktu
Telah berganti baju
Dan sejarah hadir dengan wajah baru

Al-Amien, 02 April 2010

SEPIRING JANJI DI ATAS MEJA PERKAWINAN

Kolaborasi Puisi antara penyair Shinta Miranda dan Moh. Ghufron Cholid

secarik kertas tanda jadi
kwitansi perkawinan
kusimpan di bawah ranjang
tempat bersepakat bersebadan

derai tawa desah basah
menumpuk di rahim atas nama cinta
aku diam dan mual tercekik kata bijak
senjata lelaki awal dia ada

aku bodoh karena aku perempuan
meringis tangis ditipu sebuah kalimat
sakral oleh ayat dan pedoman
kini rahimku terbelah-belah

Lalu apa arti sepiring janji
Yang kau hidang di meja perkawinan
Jika langit hatimu masih berselimut mendung ragu
Yakinlah
Esok atau lusa
Gairah asmara kembali melambai sayang

Al-Amien, 02 April 2010

SURGA DI BIBIR MALAM

Kolaborasi Puisi Antara Penyair Hanna Fransisca dan Moh. Ghufron Cholid

kutemukan padang surga di bibir bibir malammu.
lalu detik menggali usia kian dalam. bintang berkerlipan
di rambut rambut percakapan kita,
secerlang ranting ranting kerinduan
pada lengan-lengan gairahmu
yang menderukan rindu-rindu

Selalu ada badai rindu
Yang menyapa sepimu
Dalam tiap bait puisimu
Aku terharu

Al-Amien, 02 April 2010
Komentar
@Hanna Fransisca@ Makasih, Mas Ghufron. Makasih. Terharu. Cara baru yang asyik dan okey. Kreatif! Salam hangatku.

@Imron Tohari@ sajak bersulang yang kurasakan hormoni.
Dan jujur, karya-karya Hanna Fransisca adalah salah satu karya yang berhasil menghisap imajiku. Sampai-sampai pada pertama kali aku mengenal karyanya di FB ini. tanpa di tag, aku langsung lahap hampir semua karyanya ppada waktu itu. hehe.

salam lifespirit!

@Hanna Fransisca@ ***Duh, mas Imron... Makasih. Makasih apresiasinya yang luar biasa ini. Peluncuran bukuku nanti, datang ya. Salam puisi.
02 April jam 17:33 melalui Facebook Seluler ·

@Imron Tohari@ Insya'allah sahabatku. Dan aku ucapkan selamat atas rintisan awal prestasimu menuju puncak. Amin3x.

salam lifespirit!

@Hanna Fransisca @***Amin. Aku kirim undangannya kelak. Insya Allah, kalau tak ada aral, akhir bulan ini diluncurkan. Pembicara Sapardi Djoko Damono, Joko Pinurbo, kalau tdak ada perubahan jadwal. Moderator, Kang Agus R. Sarjono. Ai, berharap bisa menjabat tanganmu, sahabatku. Maafkan aku yang tdk selalu bisa tag teman-teman, krn keterbatasan fb. Salam.

ISYARAT LUKA PERAWAN

Kolaborasi Puisi antara Penyair Imron Tohari dan Moh. Ghufron Cholid

Tiap pergantian tahun
Rasa itu selalu saja ada
Geletar
Melagukan tembang kasih

Tak kuhitung berapa purnama
Jarak memisah raga; Sungguh

Memeluk Siluet bayangmu
Di jantungku
Ingin kusulang secawan tirta
Asmara
Berdegup
Menari-nari
Memindai suka
Pada detak luka

“ Dan ini madah cinta
Untukmu
Kutoreh dengan airmata bulan"

Airmata bulan
Isyarat luka perawan
Berisikan kedewasaan

Al-Amien, 02 April 2010
Komentar
@Shinta Miranda@ ending yang kusuka sekali....

@Moh. Ghufron Cholid@ Bait terakhir adalah komentar saya atas karya sahabat Imron Tohari

KECEMBURUAN ITU SELALU SAJA MERAYU

Kolaborasi Puisi antara Ali Ibnu Anwar dan Moh. Ghufron Cholid

sebelah mata yang kupunya
selalu cemburu, memburu kata-kata
menebas iklim yang ricuh di negeri ini
karena kabut tebal selalu menghalangiku
untuk menyimpan rindu yang dalam
dan kemesraan yang luang

sebelah mata yang kedua
selalu cemburu, menangkap rupa-rupa
menabur kerinduan pada kekasihku

betapa sepasang mata itu cemburu
pada sesuatu yang dicintainya.

Kecemburuan itu pun diterjemahkan
Dalam puisi kesaksian
Lalu disisipkan pada desir angin
Yang membelai manja tiap kenangan

Sepasang mata itu memang selalu cemburu
Cemburu pada semua pecinta
Yang mampu meletakkan dunia
Di bawah sajadahnya

Al-Amien, 02 April 2010

KAU ABADI DALAM KENANGAN

Kolaborasi Puisi antara penyair Saleha Ahmad dan Moh. Ghufron Cholid


Kerana namamu kenangan

lalu segarlah kau di ruang ingatan

tidak putus digunting masa

walau tidak tercoret dalam lembar diari

atau terakam melalui kamera kehidupan

tetap tersimpan menjadi sejarah

untuk diperhati sepanjang waktu.



Kerana engkau kunamakan kenangan

menginap untuk seketika di rumah rahim

menunjal keluar sebelum waktunya

tanpa suara tangis menyeri alam

lantaran besarmu dari jerih derita

makananmu cuma bebutir sengsara

minuman kau hirup sekadar air mata lara.



Maafkan aku kerana menamakanmu kenangan

tidak sanggup melihat dewasamu

tiada tempias hujan kasih seorang ayah

bakal menyaramu hanya seorang ibu hilang kudrat

sekian waktu membilang langkah

sesal pada nasib atau takdir

terus merona sebidang tanah hidup

kini kering tandus tanpa air kepercayaan lagi.


Namamu kenangan
Selalu abadi dalam taman ingatan
Mulai mekar bunga kehidupan
Hingga gugur bunga kamboja

Al-Amien, 03 April 2010

AKU MAU, KITA SATU DALAM TANDA

Kolaborasi Puisi antara Muhammad Nur dan Moh. Ghufron Cholid

Ingin ku titip salam kasihku kepadamu wahai angin...
tebarkan salam sejahtera teruntuk umat a'lamin
teruntuk mereka yang mukminin wal mukminat
muslimin wal muslimat
untuk bershalawat ke atas sesosok pemimpin
rahmatan lil 'alamin
Muhammaddin, Khatamun nabiyyin

Ingin ku titip salam kasihku pada senja...
teruntuk saudaraku yang dirundung resah
melewati dunia yang durjana
menyelami nista dan hina
semogakan tetap terjaga
dengan iman dan taqwa
mengharap ridho dari-Nya
raihkan surga akhirat menyapa


Ingin ku titip salam kasihku pada matahari...
yang menyinari cakrawala bumi penuh seri
agar terangi hati saudara/iku dari hitam keji
dengan senandung indah kitab suci
menuntun kami, penuh ikhlas hati dan diri
di atas laman pengaduan mencari arti
sembari merajut kasih-Nya yang abadi

Ya Allah, sekiranya tangan ini tak lagi mampu mengiba
menghamba diri di atas singgasana tanah basah
hanya meratap mereka yang telah meninggalkan dunia
menunggu giliran, kapankah maut menyapa?
masihkah Kau tetap bersama?

Ya Allah, aku hanya dapat mengingatkan
diri yang selalu luput dari segala cobaan
tak sanggupku menahan rintihan bathin tergolakkan
melihat dosa yang meribu bagaikan hujan
ataupun bagai pasir pantai yang bertebaran
di ujung pandangan
masihkah Kau limpahkan hamparan ampunan?

Aku hanya dapat berpesan
lewat media ini dengan penuh harapan
kepada saudaraku tuk nasehatkan diriku dengan dekapan
dibawah naungan cinta kebersamaan
niatkan dakwah mogakan tersampaikan

Aku tak ingin, ini hanyalah lantunan kata
yang ku olah seakan piawai pujangga
yang mengumbar sejuta prosa
namun tanpa amal bersua

Aku tak ingin kata-kataku merajai diri
dengan nasehat tanpa bertepi
kepada saudaraku, tiada diri
mogakan diriku selalu mengikuti
kepada mereka sembari berdiri
tegakkan syari'at dan kalam ilahi
mogakan diridhoi

Aku mau kita satu dalam tanda
Menjadi penerjemah cintaNya
Dalam seluruh bahasa

Al-Amien, 03 April 2010

RISALAH HATI BERBINGKAI NURANI

Kolaborasi Puisi Antara Penyair Ad Dinda dan Moh. Ghufron Cholid

subuh ini sungguh tak sempurna...
sebab semalam sembab hatiku dirundung gelisah penuh tanya..
ah, ingin saja aku malam tak usah berakhir
biar aku tak perlu berjumpa dengan pagi
biar aku tak perlu bersua dengan mentari
dan biarkan aku berada dalam bungkus
malam yang sepi dan sunyi....

sepucuk surat masih teronggok
di atas meja....

masih jelas lipatannya
sehabis kubaca malam tadi
sebelum beranjak ke peraduan hati

karenanya tidurku gelisah
karenanya mataku terpejam tapi mengelana
menyusur lorong-lorong sempit
tanpa pesona
menggugurkan semua senyumanku
seharian ini

betapa lusuh hati...
ingin sekali kutepis
tapi aku tak mampu!!

kalau kubiarkan terus begitu
tak hentilah aku disapu kelu
dirobek sendu
dan di basahi lara hatiku yang terluka
air mataku membuliri kosong luka di jiwa

oh, angin dingin
sampaikan sepucuk surat balasan ini padanya
pada yang kusimpan dalam hati

oh, embun bening
sapulah laraku yang membuncah rasa
peluklah aku dalam diam nestapa
damaikan hatiku yang melara....

siapa kini tautan jiwa....

oh, pagi yang mengintip sepi
tinggalkan aku saja sendiri
dalam sepi dan nyeri hati

aku tak ingin terbias indahmu
yang mempesonakan kalbuku
karena kau tak akan mampu buatku tersenyum
dengan ayu....

sepucuk surat...
linangan terakhir air mataku
aku tak mampu menjangkaumu dalam pelukku
aku tak mampu menciumi wangimu
aku kehilangan rasa karenamu......

duhai sepucuk surat
mengapa kau harus singgah untuk kemudian
merejamiku dalam kelabu....??

aku ingin marah
tapi asaku pecah

aku ingin diam
tapi aku sirna dan tenggelam

aku ingin berlari
untuk membawa kembali
sepucuk surat malam tadi...
agar tak usahlah kau sampaikan padaku
karenanya pagiku sungguh menusuk ngilu
tepat ditengah ulu hatiku....

maafkan aku,
telah mengabaikan semua rasamu
maafkan aku,
telah mencurangi indah senyum sapamu
maafkan aku,
terbuai asyik masyuk bercengkrama dengan egoku
sungguh, maafkan aku!!
hanya itu balasan untuk sepucuk suratmu
duhai jiwa yang tersimpan dalam sukma....

dan biarkan
kusimpan sepucuk suratmu

kusimpan dekat pada hatiku

akan kuciumi dengan suci hatiku

karenamu
aku telah mengemas rasa
dan indahku yang berceceran
terburai asa yang tertepis fatamorgana....

aku akan selalu ada untukmu.....selalu!!

: maafkan, aku!!

Aku maafkan kau
Lalu aku ajak kau
Bercermin
Hingga terang segala remang
Hingga bertamu segala riang

Aku sepucuk suratmu
Selalu menemanimu
Selalu mengerti risalah hatimu
Selalu paham guyur hujan rindumu
Aku selalu ada untukmu
Sebab aku adalah nuranimu
Yang telah dikirimkan Rabbmu untukmu

Al-Amien, 03 April 2010

MASIH ADA CINTA DAN RINDU DALAM PUISI

Sebuah Ulasan Puisi

Berikut ini perkenankan saya mengulas 3 puisi yang ditulis oleh tiga penyair. Kita simak sejenak semua puisi utuh yang ditulis penyair-penyairnya.

MEMUJAMU
Oleh Eka Huang

Oh Kasih… Kau telah mencuri

hatiku ribuan kali. Dalam

keindahan jubahmu yang tak

tertandingi, kau sungguh

menawan. Aku memujamu di

setiap hela nafasku. Jua

kau tak bosan mengisi cawan

jiwaku yang tlah kosong,

hingga setiap pertemuan kita

munculkan nafsu surgawi

dimana aku kehilangan diriku…


11.04.2010

KAWINI AKU
Oleh Faradina

datanglah
satu lelaki
yang sedia mengawini aku

tidak kuharap setumpuk uang
atau seperangkat alat shalat
sebagai mahar
hanya, selimut
buat penghangat
saat tubuhku gigil dibakar sepi
hingga malam bagiku tak pernah pagi

dahulu seorang lelaki
mengeja setiap inchi tubuhku
ia melukis rembulan di mimpiku
seperti kaleng tanpa isi, ia lemparkan aku
dalam senyap tanpa harap
bahkan, ia bawa serta mimpiku

kawini aku
dengan selembar mimpi
yang kau lukis dengan wajahmu

Sajak Rindu
Oleh Weni Suryani

Sajak-sajak rindu kubaca dengan lirih
kusembunyikan di balik kidung hujan
hanya dadaku yang mendengar
Bukan dadamu

Sebab kucari wajahmu di lidah malam
Ternyata hanya ada sepertiganya
Sisanya entah kau sembunyikan di mana

140110
Ketiga Puisi yang ditulis oleh tiga penyair FB ini hadir dengan gaya yang beraneka ragam. Ada yang lebih menonjolkan sisi pesan tanpa terlalu mabuk dengan metafor. Ada pula yang sesekali bercanda dengan metafor namun tidak terlalu mengagungkan metafor tersebut. Pada puisi ketiga lebih kental dengan metafor tanpa menganak tirikan isi pesannya.
Dalam puisi MEMUJAMU buah pena Eka Huang, lebih mengajak kita bercanda dengan puisi dari sudut maknanya. Puisinya sangat kental dengan makna, sedang metafora dalam penulisan puisi ini kurang terlalu mendapat tempat yang eksklusif. Pertemuan penyair dengan kekasihnya membuahkan perenungan yang sangat sensitif dengan dunia sufi, dimana aku kehilangan diriku adalah bait penutup yang kental dengan renungan. Hal inilah yang sangat menonjol dari puisi sahabat Eka Huang.
Berbeda dengan Sahabat Faradina dalam puisinya berjudul KAWINI AKU, sahabat Faradina tak hanya memfokuskan karyanya dari segi pesan saja namun metafor juga mendapatkan perhatian, dengan kata lain tidak dianak tirikan. Bait pertama dalam puisinya dibuka dengan bahasa hati tanpa menganak emaskan metafor, datanglah/satu lelaki/yang sedia mengawini aku.
Bait kedua masih di sampaikan dengan bahasa hati, bahasa yang lebih mudah dimengerti karena metafora belum ditampakkan. Barulah pada bait ketiga sang penyair mulai akrab dengan metafor. Kita bisa menemukan kata-kata segar di dalamnya semisal ia melukis rembulan di mimpiku . Sungguh lukisan hati yang sangat menawan. Kalimat yang penuh dengan cumbuan metafor yang memikat hati.
Rupanya keakraban penyair dengan metafor terus dipertahankan dan terus di arahkan pada sebuah puncak atau totalitas karya yang memukau. Panorama seperti ini, bisa kita nikmati pada bait terakhir dari karyanya kawini aku /dengan selembar mimpi /yang kau lukis dengan wajahmu. Kita berikan tepuk tangan untuk sahabat Faradina.
Sementara sahabat Weni hadir bersama puisi berjudul Sajak Rindu. Sahabat Weni rupanya lebih akrab dengan metafor. Dua bait puisinya ditulisnya dengan begitu anggun. Betapa rindu telah mengajari sahabat Weni untuk melukiskan isi hatinya dalam sebuah puisi yang sarat metafor. Sajak-sajak rindu kubaca dengan lirih/kusembunyikan di balik kidung hujan/hanya dadaku yang mendengar Bukan dadamu
Sebab kucari wajahmu di lidah malam/Ternyata hanya ada sepertiganya/Sisanya entah kau sembunyikan. Demikianlah penyair Weni mengisyaratkan rindu dalam puisinya yang sangat kental dengan metafor di bandingkan dua penyair yang ada dalam ulasan ini,

Al-Amien, 11 April 2010